Multi Tafsir Tolak Peradi Sebagai organisasi Advokat Tungkal
The Jambi Times, JAKARTA | Sidang uji materi sejumlah pasal UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, yang mempersoalkan frasa “organisasi advokat”
sebagai wadah tunggal organisasi advokat mendengarkan beberapa pihak
terkait. Pihak terkait yang dimaksud diantaranya, Perhimpunan Advokat
Indonesia (Peradi), Kongres Advokat Indonesia (KAI), Federasi Advokat
Republik Indonesia (Ferari), Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin).
Kecuali Peradi, organisasi advokat yang
lain memiliki pandangan berbeda dengan pandangan para pemohon mengenai
wadah tunggal organisasi advokat adalah Peradi. Kuasa Hukum DPP Ferari,
Eban Ezer Sitorus berpandangan satu-satunya organisasi advokat bukan
hanya Peradi. Sebab, keberadaan organisasi yang lain telah diakui secara
sah melalui Putusan MK No. 101/PUU-VII/2009, Putusan MK No.
112/PUU-XII/2014.
“Dan Surat Edaran MA (SK KMA) No.
73/KMA/HK.01/IX/2015. Untuk itu, permohonan pemohon tidak dapat diterima
dan tidak beralasan menurut hukum,” kata Eban, saat memberikan
keterangan sebagai pihak terkait di Gedung MK, Jakarta (15/10/2018).
Permohonan ini diajukan Bahrul Ilmi Yakup,
Shalih Mangara Sitompul, Gunadi Handoko, Rynaldo P. Batubara, Ismail
Nganggon yang merupakan para advokat yang tergabung Peradi dan Iwan
Kurniawan yang merupakan calon advokat. Mereka berpandangan organisasi advokat yang menjalankan kewenangan dalam UU Advokat harusnya hanya satu agar ada kepastian hukum yakni Peradi.
Para
pemohon mempersoalkan frasa “organisasi advokat” dalam Pasal 1 ayat
(4); Pasal 2 ayat (1); Pasal 3 ayat (1) huruf f; Pasal 4 ayat (3); Pasal
7 ayat (2); Pasal 8 ayat (1) dan (2); Pasal 9 ayat (1); Pasal 10 ayat
(1) huruf c; Pasal 11; Pasal 12 ayat (1); Pasal 13 ayat (1) dan (3);
Pasal 23 ayat (2); Pasal 26 ayat (1) hingga ayat (7); Pasal 27 ayat (1),
(3) dan (5); Pasal 28 ayat (1), (2) dan (3); Pasal 29 ayat (1), (2),(4)
dan (5); Pasal 30 ayat (1); Pasal 32 ayat (3) dan (4); Pasal 33; dan
penjelasan Pasal 3 huruf f dan Pasal 5 ayat (2) UU Advokat.
Mereka menilai frasa “organisasi advokat”
telah dimanipulasi oleh berbagai pihak. Hal ini memungkinkan munculnya
berbagai organisasi advokat yang mengklaim seolah-olah sah dan berwenang
menjalankan organisasi advokat sesuai UU Advokat. Seperti
menyelenggarakan pendidikan calon advokat, mengangkat advokat,
permohonan pengambilan sumpah advokat, merekrut anggota, pengawasan, dan
menjatuhkan sanksi etik kepada advokat. Hal ini jelas tidak benar dan
tidak berdasar secara konstitusional.
Karenanya, Mahkamah diminta mengabulkan permohonan ini dengan menyatakan frasa “organisasi advokat” dalam
pasal-pasal tersebut bertentangan dengan UUD Tahun 1945 sepanjang tidak
dimaknai Peradi merupakan satu-satunya organisasi profesi advokat yang
berwenang melaksanakan UU Advokat. Namun, organisasi advokat yang tidak
melaksanakan wewenang dalam UU Advokat, boleh banyak.
Eban menjelaskan dalam putusan tersebut,
MK “mengizinkan” Pengadilan Tinggi seluruh Indonesia mengambil sumpah
advokat tanpa mengkaitkan dengan keanggotaan organisasi advokat manapun.
Hal yang sama termuat dalam SK KMA yang memerintahkan bahwa Pengadilan
Tinggi dapat mengambil sumpah advokat dari organisasi advokat manapun
sampai ada UU Advokat yang baru.
KAI kubu (Plt) Siti Jamaliah Lubis,
diwakili Petrus Bala Pattyona, mengingatkan Putusan MK No.
101/PUU-VII/2009 memerintahkan Peradi dan KAI membentuk organisasi
advokat dalam jangka waktu dua tahun tidak pernah dilaknakan. Karenanya,
jika ada perselisihan tentang organisasi advokat harus diselesaikan
melalui peradilan umum. “Putusan MK pun tidak mengatakan Peradi sebagai
organisasi wadah tunggal sebagaimana yang dimaksud dalam UU Advokat,”
kata dia.
Sementara Ketua KAI kubu Tjoetjoe Sandjaja
Hernanto, yang diwakili Fadli Nasution, menilai para pemohon telah
salah menafsirkan frasa “organisasi advokat” dan
menyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Justru, frasa dalam norma
tersebut telah memberi jaminan kepastian hukum bagi advokat. Selain itu,
advokat diberikan kebebasannya untuk memilih organisasi advokat yang
dipilihnya.
Bagi dia, pembentukan organisasi profesi
bukanlah pembatasan terhadap pendirian organisasi. Akan tetapi, UU tidak
melarang atau membatasi untuk mendirikan organisasi profesi yang sama,
sepanjang tidak bertentangan dengan UU Advokat. “Namun, jika ada
larangan, pembatasan suatu organisasi profesi tertentu dapat
bertentangan dengan UUD 1945,” dalihnya.
Menurut dia, UU Advokat telah diuji materi sebanyak 17 kali dan berdasarkan beberapa Putusan MK, secara de facto,
MK mengakui KAI. Ia berpandangan organisasi advokat masing-masing bisa
sebagai penyelenggara pendidikan advokat, pengangkatan advokat,
pengambilan sumpah di Pengadilan Tinggi, termasuk memberi sanksi
terhadap advokat yang melanggar sudah sesuai dengan UU Advokat. “Kami
sebagai pihak terkait meminta kepada Mahkamah untuk menolak permohonan
pemohon,” pintanya.
DPP Ikadin yang dipimpin Todung Mulya
Lubis, yang diwakili Maheswara Prabandono, menilai permohonan pemohon
terkait wadah tunggal tidak sesuai dengan keadaan faktual yang ada saat
ini. Sebab, saat ini saja Peradi tidak tunggal dan terbagi dalam tiga
kubu yakni Peradi Fauzie Hasibuan, Peradi Luhut MP Pangaribuan, dan
Peradi Juniver Girsang.
Karena itu, ia meminta MK menolak
permohonan ini karena MK sebagai negatif legislator, bukan positif
legislator. “Petitum permohonan ini tidak sesuai dengan kewenangan MK.
Untuk itu, ini seharusnya dibawa ke DPR,” usulnya.
Peradi Fauzie Hasibuan justru mendukung
tuntutan para pemohon yang menginginkan terdapat wadah tunggal dengan
nama Peradi. DPP Peradi Fauzie Hasibuan, diwakili Viktor W. Nadabdab,
menilai frasa “organisasi advokat” bersifat multitafsir. Akibat tafsiran
yang keliru ini munculah SK KMA No. 73/KMA/HK.01/IX/2015, seolah semua
organisasi advokat berwenang melakukan pengangkatan advokat yang tidak
sesuai dengan UU Advokat.
“Untuk itu, semoga Mahkamah Agung dapat memberikan keterangannya,” harapnya.
Menurutnya, organisasi profesi advokat saat ini seharusnya dapat menjadi original intent
yang diwujudkan oleh UU Advokat, seperti halnya Ikatan Dokter Indonesia
(IDI), Ikatan Notaris Indonesia (INI), Persatuan Insinyur Indonesia
yang memiliki satu wadah tunggal. Baginya, Peradin, KAI, Peradri, dan
lain-lain yang telah mengklaim berwenang menyelenggarakan pendidikan
calon advokat, pengangkatan, pengajuan sumpah advokat, pengawasan, dan
pemberian sanksi kepada advokat memanfaatkan inkonstitusionalitas frasa
“organisasi advokat” dalam UU advokat.
“Makanya, permohonan ini diperlukan tafsiran terhadap frasa ini oleh MK,” kata dia.
Viktor mengingatkan Peradi sebagai satu-satunya organisasi advokat didirikan oleh delapan organisasi advokat yakni
AAI, Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Pengacara Syariah
Indonesia (APSI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), Serikat
Pengacara Indonesia (SPI), Himpunan Advokat/Pengacara Indonesia (HAPI),
Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), dan Ikatan Penasehat Hukum
Indonesia (IPHI).
Ia melanjutkan secara de facto,
UU Advokat mengakui Peradi dan KAI. “Tetapi, kewenangan KAI hanya untuk
penyumpahan saja. Sedangkan kewenangan lain dilakukan oleh Peradi,”
klaimnya.
Karena itu, Viktor meminta kepada Mahkamah
untuk mengabulkan permohonan pemohon dan Peradi Fauzie Hasibuan selaku
pihak terkait. Selanjutnya, menyatakan Peradi satu-satunya wadah tunggal
organisasi advokat yang menjalankan tugas dan fungsi menyelenggarakan
pendidikan calon advokat, pengangkatan advokat, pengambilan sumpah
kepada pengadilan tinggi, pengawasan, dan menjatuhkan sanksi kepada
advokat, melakukan pendidikan advokat.
Berdasarkan sumber hukumonline Dii luar sidang, menanggapi adanya tiga
kubu Peradi, Wakil Sekretaris Peradi kubu Fauzie, Viktor Harlen Sinaga
menilai bila Peradi diputuskan sebagai wadah tunggal, maka Peradi yang
dipimpin Fauzie Hasibuan menjadi wadah tunggal. Sebab, adanya UU Advokat
dan memerintahkan membentuk organisasi advokat selama dua tahun,
berdirilah Peradi yang dipimpin Otto Hasibuan oleh delapan organisasi
yang ketika itu Peradi masih satu.
“Kemudian, dalam Musyawarah Nasional di
Makasar terpecahlah Peradi menjadi tiga kubu. Namun, Peradi yang
dipimpin Otto Hasibuan digantikan oleh Fauzie Hasibuan. Maka dari itu,
Peradi Fauzie Hasibuan yang sah menjadi wadah tunggal,” klaimnya.