Jelang Pilkada Serentak 2020, ASN Diimbau Jaga Netralitas
The Jambi Times, BATAM | Pilkada serentak akan diselenggarakan kembali pada 2020. Salah satunya di Provinsi Kepulauan Riau, pemilihan calon kepala daerah akan dilakukan di tingkat provinsi dan enam kabupaten/kota. Di masa-masa menjelang pesta demokrasi ini, netralitas perlu dipegang teguh oleh ASN.
“Untuk
itu, harus sangat berhati-hati, dikawal, dijaga, dan dipastikan kalau
ASN di wilayah Kepri betul-betul menjaga netralitasnya,” ujar Kepala
Bidang Pembinaan Integritas SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Kumala Sari saat menjadi
narasumber dalam Rapat Koordinasi Kepegawaian se-Provinsi Kepulauan
Riau di Batam, Kepri, Selasa (26/11).
Netralitas
ASN sendiri merupakan azas yang terdapat di dalam Undang-undang No.
5/2015 tentang Aparatur Sipil Negara. Azas ini termasuk kedalam 13 azas
dalam penyelenggaraan kebijakan dan manajemen SDM.
Sari
menjelaskan bahwa netralitas ASN telah diatur dalam PP 42/2004 tentang
Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS dan PP 53/2010 tentang Disiplin
PNS. Pada Pilkada tahun 2017 dan Pemilu Serentak 2018, Kementerian PANRB
juga telah mengeluarkan Surat Edaran mengenai pelaksanaan netralitas
ASN dalam penyelenggaraan pesta demokrasi di Indonesia tersebut.
Pengukuran
netralitas pada ASN dibagi menjadi empat indikator. Indikator tersebut
adalah netralitas dalam karier ASN, netralitas dalam hubungan partai
politik, netralitas pada kegiatan kampanye, dan netralitas dalam
pelayanan publik.
Dari keempat indikator
tersebut, pelanggaran netralitas sering terjadi pada indikator ketiga,
yaitu netralitas pada kegiatan kampanye. Dalam indikator tersebut
terdapat beberapa poin yang merinci mengenai kegiatan yang seharusnya
dilakukan oleh ASN dalam menjaga netralitasnya.
Pertama,
penggunaan media sosial tidak mendudukung aktivitas kampanye. Kedua,
tidak ikut dalam kegiatan kampanye. Ketiga, tidak membagi-bagi uang dan
souvenir kepada pemilih, dan keempat, tidak melibatkan pejabat negara
dan daerah dalam kegiatan kampanye.
Selanjutnya,
tidak menggunakan fasilitas negara atau pemerintah dalam kegiatan
kampanye. Keenam, tidak melakukan mobilisasi ASN lain dalam ajakan
memilih paslon. "Dan terakhir, tidak memberikan janji program
pembangunan kepada masyarakat," lanjutnya.
Sari
menambahkan bahwa penting bagi ASN untuk bersikap netral dan tidak
memihak. Jika tidak netral, maka akan berdampak pada profesionalitas ASN
dalam menjalankan tugasnya dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat.
“Dampak negatif lainnya adalah
adanya pengkotak-kotakan PNS yang didasarkan pilihan politik, hingga
konflik dan benturan kepentingan atas keberpihakan terhadap suatu
calon,” imbuhnya.
Bagi ASN yang melanggar
netralitas, maka akan dikenakan sanksi, baik sanksi administratif maupun
sanksi hukuman disiplin. Sanksi yang diberikan mulai dari penundaan
kenaikan gaji berkala hingga pemberhentian dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri.
Pada kesempatan tersebut,
di hadapan perwakilan dari Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM
se-Provinsi Kepulauan Riau dan OPD di lingkup Provinsi Kepulauan Riau,
Sari menjelaskan mengenai instrumen dari monitoring dan evaluasi terkait
pembinaan integritas, penegakan disiplin, etika ASN, wawasan
kebangsaan, dan netralitas. Rencananya, monev mengenai hal tersebur akan
dilaksanakan mulai tahun depan.
“Data terkait
hal tersebut akan kita olah dan ukur, yang akan menghasilkan indeks
mengenai integritas dan disiplin ASN secara nasional,” imbuh Sari.