News Breaking
Live
wb_hadi

Breaking News

Pemprov Tetap Berkomitmen Terhadap Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat

Pemprov Tetap Berkomitmen Terhadap Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat

 
The Jambi Times - Jambi - Gubernur Jambi,.Hasan Basri Agus, menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi terus berkomiten untuk melakukan pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Pernyataan ini disampaikannya saat membuka secara langsung pembukaan Musyawarah Besar Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Kamis (30/1) bertempat di ruang Mayang Mangurai Kantor Bappeda Provinsi Jambi. Turut hadir pada acara ini Ketua Komnas HAM Siti Nurlaila, Perwakilan Pemerintah Sumatera Barat, Para Akademisi dan Aktivis lingkungan.

Dijelaskan Gubernur bahwa Provinsi Jambi dijadikan salah satu pusat gerakan dari pengelolaan hutan berbasis masyarakat di Indonesia dimana sejak tahun 1900-an telah berjalan pengelolaan hutan berbasiskan masyarakat dengan bentuk hutan adat. “Bentuk ini telah diakui oelh para Bupati di berbagai Kabupaten diantaranya, Kabupaten Kerinci, Bungo. 
 
Merangin dan Sarolangun. Hutan adat menjadi salah satu penyelamat ekosistem hutan Jambi, yang tersisa serta menjadi salah satu upaya, untuk membuktikan kemampuan masyarakat, dalam mengelola hutan secara bekelanjutan dan berkeadilan, berdasarkan kearifan hukum dan budaya lokal, yang mereka miliki secara turun temurun,” ungkap Gubernur.

Dilanjutkan Gubernur pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 35 tentang hutan adat dibutuhkan kebijakan-kebijakan baru, yang terkait dengan hutan adat, agar putusan MK tersebut dapat diimplementasikan di tingkat tapak. “Sehingga dengan demikian Hak Asasi Manusia dan budaya, dari masyarakat hukum adat akan terlindungi dengan baik.
 
 Saat ini hutan adat sebanyak 34 lokasi dengan luas total 9.400 ha, hutan tanaman rakyat yang sebelum tahun 2009 tidak ada sekarang sudah mencapai 3.400 pemegang izin dengan luas areal pencadangan sekitar 679.400 Ha hutan kemasyarakatan dan hutan desa terdapat 81 pemegang izin hutan kemasyarakatan dengan luas areal kerja sekitar 240.500 ha dan 26 lembaga desa pemegang hak pengelolaan hutan dengan luas areal kerja sekitar 153.100 ha,” kata Gubernur.

Khusus untuk penanganan degradasi lahan dan penyelamatan ekosistem hutan dijelaskan Gubernur bahwa kegiatan di bidang kehutanan mulai menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan, terutama bila ditinjau dari berbagai aspek. “Laju deforestasi dan degradasi hutan menurun, dari 3,5 juta hektar/tahun pada periode 1998-2003, menjadi 450 ribu hektar/tahun pada periode 2011- 2012, hal ini terjadi sebagai akibat dari kebijakan moratorium penerbitan izin baru, konversi hutan alam primer, dan lahan gambut, konversi hutan, penegakan hukum terhadap pelaku kebakaran hutan, pembalakan liar, pelepasan dan penggunaan kawasan hutan non prosedural dan penyelesaian konflik tenurial lahan hutan”jelasnya.

Hal kedua yang ,mengurangi degradasi lahan adalah selama 4 tahun terakhir sejak 2010 penanaman satu milyar pohon terus meningkat yaitu sebanyak 1,3 milyar pada 2010, sebanyak 1,5 milyar pohon pada 2011, dan sebanyak 1,6 milyar pohon pada tahun 2012, sampai akhir Oktober 2013 sebanyak 1,14 milyar pohon. “Kementrian Kehutanan bersama pemerintah daerah telah mengikut sertakan masyarakat pedesaan, dalam membangun Kebun bibit Rakyat (KBR),dengan tujuan agar rakyat membibit, menanam, memelihara dan memanen, yang bedampak kepada meningkatnya budaya masyarakat dalam rangak membangun ekosistem hutan”katanya.

Ketua Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangku Subroto memuji penanganan konflik yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Jambi terhadap penanganan konflik Suku Anak Dalam (SAD) dengan PT.Asiatic dimana pemerintah melakukan pendekatan yang baik dengan kedua belah pihak.

Disampaikannya bahwa tindakan pemerintah Provinsi Jambi untuk menurutnya sudah sangat tepat jika diturunkan ke tingkat Kabupaten sebagai upaya untuk mencegah terjadinya konflik yang lebih meluas. “ Saya berbicara dengan Kapolda dan menyatakan bahwa masalah ini akan selesai dalam waktu dekat, dan ketika pemerintah daerah memberikan solusi untuk menurunkan masalah ini kepada pihak Kabupaten sangat tepat, karena jika dinaikkan semakin keatas akan terus berkonflik,dengan menurunkan ke pihak Kabupaten akan mencegah masalah konflik semakin meluas” ungkap Kuntoro.

Disampaikannya bahwa Suku Anak Dalam yang ada di PT.Asiatic tersebut adalah Suku Anak Dalam yang telah menetap berbeda dengan SAD di Bukit 12 atau Bukit 13. “Jika kita bicara tentang Suku Anak Dalam atau orang rimba atau masyarakat adat, maka kita berbicara dengan spektrum yang luas dan saya meminta kepada para pembuat kebijakan untuk dapat bertindak dengan bijaksana dan berhati-hati, dan penanganan masalah PT.Asiatic ini contohnya sangat baik dan dapat dijadikan sebagai contoh model bagaimana menyelesaikan persoalan konflik yang serupa” jelasnya.

Kuntoro juga menjelaskan bahwa Provinsi Jambi telah mendahului membuat peraturan daerah yang mengatur tentang hal ini yaitu Perda no 5 tahun 2007. “ Provinsi Jambi telah mendahului untuk membuat Perda ini dan Perda ini dijadikan landasan untuk penerapan keputusan MK nomor 35/PUU-X/2012 tentang Kehutanan, hal ini mengartikan bahwa pemerintah provinsi Jambi tinggal mengaplikasikannya di atas perda sebelumnya, dan akan menjadi sangat positif ketika didefinisikan dengan Peta yang didapat dari pemerintah Provinsi Jambi”katanya.

Kuntoro menegaskan untuk menangani suku anak dalam hendaknya dilakukan dengan pendekatan yang disesuaikan dengan adat dan budaya mereka dan memberikan mereka Hak Guna Usaha lahan yang tanahnya tidak bisa dijual . “ Saya berharap ketika kita memberikan Hak Guna Usaha Lahan kepada masyarakat suku anak dalam, tanah dan lahan ini tidak bisa dijual, seperti contoh ketika saya ke Kalimantan disampaikan bahwa akan ada perusahaan yang akan hadir, mereka sangat senang dan berharap untuk dapat menjual tanah mereka dan bekerja di perusahaan tersebut, padahal ketika kita memasukkan modernisasi kepada mereka ada hal- hal yang harus dipikirkan karena ketika modernisasi mengggempur mereka ada hal yang perlu diwaspadai terutama hal yang merusak mereka diantaranya adalah minuman keras dan narkotika, dan contoh lain ketika mereka menggunakan radio kita juga harus menjelaskan bagaimana cara membuang baterei agar tidak merusak alam” katanya.

Dikatakannya seperti harapan Gubernur Jambi untuk mensejahterahkan masyarakat Suku Anak Dalam harus dilakukan dengan perlahan-lahan dengan menselaraskan dengan adat dan budaya mereka.”Saya memberikan apresiasi kepada pemerintah provinsi Jambi yang saya nilai memiliki pemikiran yang segar dengan penanganan yang baru yang diharapkan dapat dilakukan dan dijadikan contoh bagi provinsi lain, semua modernisasi bisa dijalankan dengan jalan yang lembut, pelan- pelan karena mereka juga ingin sejahtera tetapi prosesnya berbeda”katanya. (Tim-JT)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.