Pasal Krusial RUU Ibu Kota Negara
Bisa
jadi di penghujung tahun ini draft RUU Ibu Kota Negara (RUU IKN) di
Kalimantan Timur (Kaltim) akan selesai disusun dan diajukan ke DPR-RI
untuk mendapat pembahasan serta kemudian disahkan menjadi UU.
Dari
perspektif komunikasi politik ada beberapa pasal krusial yang perlu
dimuat dalam RUU agar cita-cita IKN yang baru benar-benar dapat
direalisasikan di Kaltim, untuk mewujudkan "mimpi" bersama memiliki ibu
kota yang bersih, hijau, smart, indah, teratur dan memiliki
peradaban tinggi.
Pertama, dalam RUU IKN
memuat agar pilpres-pilpres yg akan datang menghindari mengkampanyekan
pembatalan pembangunan IKN. Hal ini sangat penting agar ke depan
pembangunan IKN tidak dipolitisasi dalam agenda politik lima tahunan,
sehingga tidak terjadi seperti di Jakarta mengkampanyekan penghentian
pembangunan di area reklamasi.
Kedua, dalam
RUU IKN dicantumkan interval waktu pembanguan IKN selesai paling lambat
20 tahun, misalnya, setelah ditetapkan dalam UU.
Ketiga,
dalam RUU IKN mecantumkan agar setiap presiden terpilih wajib
menyelesaikan pembangunan IKN per lima tahunan yang sudah
ditetapkan/diagendakan dalam RUU IKN ini.
Keempat,
dalam RUU IBN ini agar Gubernur/Kepala Daerah IKN yang pertama
ditetapkan oleh Presiden, selanjutnya dipilih langsung oleh warga
masyarakat yang memiliki KTP di wilayah IKN yang baru.
Lebih
menarik lagi bila Gubernur IKN dipilih langsung oleh seluruh rakyat
Indonesia pada pemilu serentak lima tahunan. Dengan demikian, Gubernur
sebagai pimpinan IKN Republik Indonesia, sebagai representasi seluruh
rakyat Indonesia.
Atau kemungkinan lain, Gubernur IKN ditetapkan dan diberhentikan oleh presiden. Jadi, pimpinan IKN, setingkat menteri.
Kelima.
dalam RUU IKN, ibu kota ini terdiri lima Kota Madya yg dipimpin oleh
masing-masing seorang Walikota, tanpa Wakil Walikota. Atau IKN hanya
satu Kota Madya tanpa Walikota. Gubernur/Kepala Daerah hanya dibantu
oleh satu Wakil Gubernur dengan seperangkat Kepala Dinas sesuai
kebutuhan.