PT. APL Diduga Cemarkan Sungai Desa Peninjauan
The Jambi Times, BATANGHARI | Perusahaan perkebunan dan pengolahan minyak sawit, PT. APL, diduga
kuat telah membuang limbah berbahaya jenis B3 ke aliran sungai di Desa
Peninjauan. Air di sungai kecil yang melintas di desa yang terletak di
wilayah Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi,
itu terlihat berwarna hitam pekat akibat di bagian hulunya menjadi areal
pembuangan limbah dari PT. APL itu.
Dugaan
pencemaran lingkungan sungai muncul dari laporan masyarakat Desa
Peninjauan. Hasil pantauan di lapangan, termasuk dengan mendatangi
kantor PT. APL, proses pengelolaan limbah pabrik tersebut diduga tidak
sesuai SOP. Salah seorang warga Desa Peninjauan, Mardiyanto, menuturkan
kepada awak media yang menemuinya, Jumat, 2 Agustus 2019, bahwa limbah
ini sudah cukup lama dibuang oleh perusahaan melalui parit besar ke
Sungai Desa Peninjauan yang menuju Sungai Batanghari. Amat disayangkan,
hingga saat ini belum ada tindakan dari dinas terkait.
Padahal,
sudah sangat jelas diatur oleh UU bahwa setiap penghasil limbah,
terutama jenis limbah berbahaya, wajib melakukan berbagai upaya
pengelolaan limbahnya agar tidak mencemari lingkungan hidup. Sebagaimana
tercantum dalam Pasal 59 UU Nomor 32 /2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan, “Setiap orang yang
menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang
dihasilkannya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku oleh
penghasil”.
Limbah yang dihasilkan dalam jumlah
besar tentunya meningkatkan biaya penanganannya. Volume limbah biasanya
berbanding lurus dengan volume produksi yang dihasilkan, yang dengan
demikian menghasilkan pemasukan yang besar. Bagian biaya pengelolaan
limbahnya sudah seharusnya dipergunakan untuk memproses limbah tersebut
dengan baik agar aman, sebelum dibuang ke lingkungan sekitar.
Pengelolaan
limbah B3 sebagaimana dijelaskan UU Nomor 32 Tahun 2009, meliputi
pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan,
pengolahan, dan penimbunan. Dalam menerapkan konsep pengurangan, pelaku
industri perlu melakukan perubahan teknologi pengolahan limbah menjadi
“clean technology”. Proses khusus ini tentunya akan memberikan
penambahan beban biaya tersendiri. Dalam kaitan inilah, tidak jarang
pemilik perusahaan terkesan tidak ingin mengeluarkan biaya lebih besar
untuk pengelolaan limbah, sehingga menempuh jalan pintas, membuang
limbah ke aliran sungai saja.
Selama ini, keluh
Mardiyanto, industri selalu mengejar keuntungan jangka pendek saja
saja. Padahal konsep pengurangan limbah melalui “clean technology” dapat
mengurangi biaya produksi dari industri tersebut, meskipun pada awalnya
dibutuhkan investasi yang cukup besar.
Merujuk
pasal 103 UU 32/2009, setiap orang atau pihak yang mengabaikan
pengelolaan limbah, terutama limbah berbahaya B3 diancam dengan pidana
penjara. Pasal 103 itu secara tegas mengatakan bahwa setiap orang yang
menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
satu tahun dan paling lama tiga tahun dan denda paling sedikit Rp. 1
miliar dan paling banyak Rp. 3 miliar.
Di
tempat terpisah, Lubis selaku humas PT. APL saat dikomfirmasi melalui
telepon selulernya terkesan enggan untuk dikomfirmasi tentang dugaan
pencemaran lingkungan oleh perusahaannya. “Saya lagi di jalan bang, kita
jumpa aja,” katanya sambil menutup teleponnya.(JHN/Red)