KPAI: Kekerasan Seksual di Sekolah, Terbanyak di SD
The Jambi Times, JAKARTA | Kekerasan
seksual dapat terjadi dimana saja dan menimpa siapapun, baik dewasa
maupun anak-anak, baik anak perempuan maupun anak laki-laki.
Berdasarkan pada pengawasan KPAI terhadap berbagai kasus kekerasan
seksual di dunia pendidikan sepanjang Januari-Juni 2019 dari
pemberitaan di media massa tergambar bahwa sekolah menjadi tempat yang
tidak aman dan nyaman bagi anak didik.
Sepanjang
Januari-Juni 2019, dunia Pendidikan kembali tercoreng oleh perilaku
tidak senonoh oknum guru SD Negeri, ada sekitar 8 kasus yang terjadi di
Sekolah dasar di wilayah kecamatan Lembak, Muara Enim (Sumatera
Selatan), kecamatan Ujanmas, Muara Enim (Sumatera Selatan), kecamatan
Klego, Boyolali (Jawa Tengah), kabupaten Majene (Sulawesi Barat), kota
Pontianak (Kalimantan Barat), Payakumbuh, kabupaten Limapuluh Kota
(Sumatera Barat), dan di kota Malang (Jawa Timur). Selain di jenjang SD,
kekerasan seksual juga dilakukan oknum guru di kecamatan Cikeusal,
Serang (Banten), di Tanete, Bulukumba (Sulawesi Selatan) dan
Padangtualang, Langkat (Sumatera Utara).
Berbagai
kasus kekerasan seksual di sekolah yang terjadi selama 6 bulan
terakhir menunjukkan modus pelaku yang beragam dan patut diwaspadai kita
semua. Pelaku kekerasan seksual di lembaga pendidikan formal, masih
didominasi oleh guru dan ada satu kasus yang dilakukan oleh Kepala
Sekolah. Guru dan kepala sekolah yang notabene berstatus mulia sebagai
pendidik telah mencederai profesi mulianya tersebut. Para guru dan
kepala sekolah yang seharusnya menjadi teladan bagi para siswanya dan
wajib menjunjung nilai-nilai moral dan agama, ternyata telah melakukan
perbuatan bejat terhadap anak didiknya sendiri di lembaga pendidikan
tempatnya bekerja.
Retno Listyarti Komisioner KPAI bidang pendidikan, di Jakarta (30/06) menyampaikan dari berbagai kasus
kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan sekolah dengan pelaku guru
dan Kepala sekolah selama satu semester di tahun 2019 ini menunjukkan
bahwa kasus terbanyak terjadi di jenjang SD yaitu sebanyak 8 kasus,
sedangkan di jenjang SMP sebanyak 3 kasus. Korban mayoritas anak
perempuan di 9 kasus dan hanya 2 kasus yang korbannya adalah anak
lakik-laki. Artinya anak lelaki maupun anak perempuan sama-sama rentan
menjadi korban kekerasan seksual di sekolah. Adapun rincian ke-11 kasus
tersebut adalah sebagai berikut :
Pertama, Kasus di SDN, kecamatan Lembak, Muara Enim (Sumatera Selatan)
M
(27), pria yang berprofesi sebagai guru honorer di salah satu SD Negeri
yang berada di Kecamatan Lembak, Kabupaten Muara Enim, Sumatera
Selatan, ditangkap aparat kepolisian karena diduga mencabuli enam siswi.
Perbuatan tidak senonoh tersebut diketahui setelah salah satu orang
tua korban melapor ke Polsek Lembak.
Berdasarkan
informasi diihimpun, aksi bejat oknum guru tersebut bermula saat korban
A (11) yang merupakan siswi kelas 5, tengah berganti pakaian di ruang
kelas saat hendak mengkuti pelajaran olahraga pada Kamis (14/3/2019)
sekitar pukul 14.00 wib. Namun korban terkejut karena M yang merupakan
guru olahraga , tiba-tiba mendekati dan melakukan aksi tidak senonoh
terhadap korban.
Kedua, Kasus di SDN, kecamatan Ujanmas, Muara Enim, Sumatera Selatan
Siswi
kelas 2 SD tersebut pun akhirnya mengaku dicabuli HL bersama siswi
lainnya. Akhirnya, sebanyak 7 siswi mengaku dicabuli oleh pelaku.
Waktunya adalah saat jam istirahat dengan modus mengajak menonton bareng
alias nobar tayangan pornografi berupafilm dan lagu yang penuh dengan
adegan tidak senonoh. Saat menonton film itu pelaku memegang-megang
tubuh korban berulang kali.
Perbuatan bejat
guru HL yang merupakan guru mata pelajaran agama dan berstatus sebagai
aparat sipil negara (ASN), dan baru 2 bulan dipindah mengajar ke SD
tersebut terbongkar setelah salah satu korban ketakutan berangkat ke
sekolah karena pasti akan bertemu guru HL, orangtua kemudian membujuk
sang anak untuk mengungkapkan alasan ketakutannya. Sang anak akhirnya
bercerita apa yang dialaminya dan orangtua korban langsung melaporkan
kepada pihak berwajib.
Ketiga, Kasus di SD, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat
Seorang
oknum guru agama di salah satu sekolah dasar di Kabupaten Majene,
Sulawesi Barat, terpaksa berurusan dengan polisi lantaran diduga
melakukan pencabulan terhadap muridnya, ZN yang masih berusia 8
tahun.Kepada polisi, tersangka mengaku telah melakukan pelecehan seksual
di ruang kelas pada saat jam pelajaran berlangsung.
Modusnya
terduga pelaku memanggil korban ke ruangannya saat kegiatan belajar
mengajar sedang berlangsung. Pelaku kemudian meminta korban duduk di
sampingnya agar tersangka leluasa melakukan aksi bejadnya. Pelaku
membujuk korban jika apa yang dilakukannya itu kelak membuat korban
tumbuh besar dan dewasa. Kasus ini terbongkar setelah korban
menceritakan yang dialaminya kepada keluarga.
Keempat, Kasus di SD di Klego, Boyolali, Jawa Tengah
Kepala
Sekolah salah satu SD di Klego, Boyolali, ditahan polisi karena diduga
kuat melakukan perbuatan tidak senonoh terhadap sejumlah siswinya.
Diperkirakan ada dua siswi menjadi korban Sn yang terjadi pada Maret
2019.
Modusnya, pelaku memanggil salah satu
siswinya, St, dari belakang gedung kelas. Setelah St datang, Sn langsung
memeluk dan mencium pipi kanan dan kiri St kemudian memberi uang
Rp2.000 dan meminta anak korban meraba celana pelaku, namun korban
menolak dan tangan korban diambil pelaku kemudian diletakan di celana
pelaku.
Korban lain ada siswi Sy, dimana Sy
diminta pelaku melakukan kegiatan bersih-bersih di belakang kelas, oknum
kepsek kemudian memeluk dan mencium serta memberikan korban uang Rp
5.000 dan diminta untuk tidak menceritakan kejadian tersebut kepada
siapapun. Korban Sy juga dipaksa meletakan tangannya ke celana korban.
Oknum kepsek hanya mengakui perbuatan memeluk dan mencium dengan alasan
korban mau jatuh.
Kelima, Kasus di SD di kota Pontianak, Kalimantan Barat
Seorang
siswa SD di kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak (Kalbar)
menjadi korban pencabulan gurunya dengan modus diajari matematika.
Perbuatan tidak senonoh tersebut dilakukan pelaku sebanyak 5 kali di
ruang kelas dan kebun dekat sekolah. Kepada keluarganya korban mengeluh
sakit pada kemaluannya, kemudian menceritakan apa yang dialaminya.
Keluarga kemudian melakukan pelaporan terhadap guru ASN yang berusia 47
tahun tersebut kepada polisi.
Keenam, kasus di SDN di Taeh Baruah, kecamatan Payakumbuh, kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat
Seorang
guru honorer berinisial YT diduga melakukan pencabulan terhadap puluhan
siswa laki-laki. Perbuatan bejad oknum guru tersebut diduga sudah
berlangsung selama bertahun-tahun. Pelaku dikenal sebagai guru yang
pintar, keratif dan gigih. YT juga mengajar ekstrakurikuler di beberapa
SD dan SMP. Setidaknya ada 12 korban yang berhasil diungkap pihak
kepolisian. Dalam melancarkan aksi bejadnya, pelaku mengiming-imingi
korban nilai bagus dan diberikan uang jajan Rp 5.000,-. Bagi siswa yang
menolak, diancam akan diberi nilai jelek. Perbuatan tidak senonoh YT
dilakukan di ruang kepala sekolah dan rumah dinas guru yang letaknya
satu halaman dengan sekolah tempat YT mengajar.
Ketujuh, kasus di SDN Kota Malang, Jawa Timur
Oknum
guru SD berinisial IS (59) di Kauman, kota Malang, Jawa Timur diduga
melakukan tindakan asusuila terhadap sejumlah siswinya saat pergantian
jam olahraga di ruang UKS saat para siswinya berganti pakaian olahraga
ke seragam sekolah. Pelaku yang sudah menduda selama 14 tahun, diduga
melakukan tindakan asusila berupa meraba dan meremas bagian vital
korban. Diperkirakan jumlah korban mencapai puluhan siswi.
Kedelapan, kasus SDN di Kecamatan Baros, Serang, Banten
Oknum
guru SD berinisial EH di kecamatan Baros, Serang, Banten di tangkap
basah warga ketika sedang melakukan perbuatan tidak senonoh terhadap
siswinya yang masih duduk di kelas 4 SD di lingkungan sekolah tepatnya
di salah satu ruang kelas. Perbuatan pelaku terungkap karena ayah korban
hendak menjemput anaknya dan mencari di kelas korban. Saat itu pelaku
sedang melakukan aksi bejatnya dengan kondisi anak korban sudah setengah
telanjang. Korban mengalami trauma, selama ini tidak berani
menceritakan kepada keluarga karena diancam pelaku.
Kesembilan kasus di SMPN di Tanete, Bulukumba, Sulawesi Selatan
Oknum
guru di salah satu SMPN di Tanete, Bulukumba berinisial A (40) diduga
melakukan tindakan pencabulan terhadap siswi D (15) di perpustakaan
sekolah. Korban tidak berani menolak karena sebelumnya pelaku sudah
membelikan handphone, baju dan kerap mendapatkan uang dari pelaku. Saat
melakukan aksinya, pelaku mengancam korban dengan pisau.
Kesepuluh, kasus di SMPN , kecamatan Cikeusal, Serang, Banten
Kasus
serupa ini baru terjadi dimana ada 3 guru sekaligus melakukan perbuatan
tidak senonoh terhadap 3 siswi (semua berusia 14 tahun) di salah satu
SMPN di Serang, Banten. Modus yang dilakukan para guru yang menjadi
terduga pelaku adalah “memacari korban” yang notabene adalah muridnya
sendiri, padahal ketiga guru tersebut sudah beristri dan memiliki
anak.
Dalih suka sama suka dikemukan oleh
ketiga guru tersebut, padahal Berhubungan badan dengan anak menurut UU
Perlindungan anak adalah suatu kejahatan atau tindak pidana, tidak ada
istilah “suka sama suka”.memanfaatkan anak didiknya untuk kepentingan
nafsu bejadnya.
Perbuatan 2 guru Honorer dan
satu guru ASN tersebut dilakukan di lingkungan sekolah, seperti di
kelas, di laboratorium sekolah, bahkan di kebun belakang sekolah.
Perbuatan tidak senonoh bahkan dilakukan secara bersama-sama. Perbuatan
ketiga guru tersebut terungkap setelah salah satu anak korban hamil dan
kepada orangtuanya korban menceritakan semuanya.
Kesebelas, Kasus di Pondok Pesantren, Padangtualang, Langkat, Sumatera Utara
Belasan
santri kabur secara bersamaan dari Pondok Pesantren tempatnya menimba
ilmu karena ketakutan menjadi korban guru mengaji di Ponpes tersebut.
Sebelum pulang ke keluarganya, para santri yang kabur tersebut meminta
tolong pada warga sekitar agar melaporkan oknum guru mereka ke polisi
karena diduga kuat telah melakukan sodomi terhadap sejumlahnya
santrinya. Diduga perbuatan bejad tersebut sudah berlangsung lama
tetapi tidak ada yang bernai melaporkan kepada pihak berwajib. Pelaku
berinisial DS dan sudah ditahan di kepolisian, untuk sementara total
korban mencapai 14 santri.
REKOMENDASI
1. Kondisi
rawan terjadi kekerasan seksual adalah saat peserta didik usai
berolahraga dan hendak berganti pakaian seragam sekolah, hal ini
diantaranya terjadi dalam kasus di SDN, kecamatan Lembak, Muara Enim
(Sumatera Selatan) dan SDN Kota Malang, Jawa Timur. Oleh karena itu,
KPAI mendorong pihak sekolah untuk menyediakan ruangan khusus untuk
peserta didik berganti pakaian dengan diawasi guru piket, sehingga guru
pelaku tidak leluasa melakukan aksi bejatnya. Di luar ruangan juga perlu
ada cctv agar terlihat siapa yang masuk dan keluar ruangan tersebut,
hal ini merupakan bagian dari pengawasan demi melindungi anak-anak.
2. Kekerasan
seksual juga terjadi di ruang tertentu di lingkungan sekolah, seperti
ruang laboratorium, ruang UKS, ruang kelas, ruang perpustakaan dan di
belakang halaman sekolah. Oleh karena, KPAI mendorong pemerintah daerah
melalui APBD menganggarkan pembelian kamera pengawas (CCTV) agar di
ruang-ruang tersebut dapat di pasang kamera pengawas (CCTV) demi
melindungi peserta didik dari berbagai tindak kekerasan, tidak hanya
kekerasan seksual.
3. Pelaku
mengiming-imingi korban mendapat nilai yang bagus, memberikan uang
senilai Rp 2. 000-Rp 5.000, dan ada pelaku yang membelikan korban
handphone, juga ada yang modus mengajari korban matematika, terkait
dengan semua bentuk bujuk rayu ini maka KPAI mendorong pihak Dinas
Pendidikan setempat untuk mensosialisasi para kepala sekolah dan guru
agar mengedukasi anak didiknya untuk berani bicara kekerasan seksual
yang dialami, baik dibawah ancaman maupun yang dalam bentuk di bujuk
rayu oleh oknum guru pelaku. Sekolah harus membangun sistem pengaduan
agar para korban tidak diam, tetapi berani mengatakan yang dialaminya.
KPAI mendorong sekolah untuk menginisiasi program sekolah ramah anak
(SRA).
4. Tiga
Oknum Guru di Serang menggunakan modus memacari korban dan oknum guru
YT di Payakumbuh melakukan aksi bejatnya dengan modus membuka bimbingan
belajar di rumahnya, untuk itu maka organisasi profesi perlu membuat
kode etik bagi guru yang menjadi anggotanya untuk melarang seorang guru
memiliki hubungan asmara dengan anak didiknya, tentu saja untuk
menghindari terjadinya kekerasan seksual. Organisasi profesi guru juga
seharusnya melarang guru memberikan les pada anak yang diajarnya, selain
ada konlik kepentingan, juga membuka peluang terjadinya kekerasan
seksual di rumah guru ybs ketika pengawasan orangtua lemah.
5. Ketika
ditemukan kasus terjadi kekerasan seksual di lingkungan sekolah yang
dilakukan oleh oknum pendidik kepada anak didiknya, maka KPAI mendorong
Inspektorat dan Dinas Pendidikan setempat tidak hanya menghukum si oknum
guru, akan tetapi juga harus mengevaluasi Kepala Sekolah ybs, karena
ada indikasi lemahnya pengawasan kepala sekolah terhadap sekolah dan
para gurunya yang menjadi tanggungjawabnya sebagai manjer di sekolah.
Hal ini sekaligus mendorong kepala sekolah bersungguh-sungguh
menjalankan fungsi pembinaan dan pengawasan di wilayah kerjanya,
sekaligus memberikan pembelajaran dan efek jera kepada sekolah lainnya.
6. KPAI
mendorong juga para orangtua peserta didik untuk memiliki kepekaan dan
mengenali perubahan sikap anak-anaknya, karena biasanya korban kekerasan
seksual menunjukan perilaku ketakutan, murung dan prestasi belajar
menurun. Jika orangtua memiliki kepekaan maka kekerasan seksual dapat
dicegah dan dapat segera dihentikan, anakpun dapat segera dibantu untuk
rehabilitasi psikis dan kesehatan reproduksinya.
Reporter: Sulaeman