News Breaking
Live
wb_hadi

Breaking News

KPAI Sikapi Kasus Siswa yang tidak Lulus

KPAI Sikapi Kasus Siswa yang tidak Lulus



The Jambi Times, JAKARTA | Retno Listyarti, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) 22-24 Mei 2019 melakukan pengawasan ke Lombok terkait adanya pengaduan kasus dugaan pelanggaran hak-hak anak oleh sistem sekolah yang diduga dibangun oleh oknum Kepala Sekolah yang baru menjabat setahun di sekolah tersebut, dimana seorang siswa bernama AL tidak diluluskan karena kerap mengkritisi kebijakan sekolah.

Padahal, secara keseluruhan nilai akademik, dari dokumen akademik yang diperlihatkan kepada KPAI, ananda AL lebih dari cukup untuk dapat diluluskan. Sikap kritis AL terhadap kebijakan sekolah yang baru terjadi pada bulan Januari-Maret 2019 tersebut menjadi sebab utama ybs tidak diluluskan. 

Keberatan AL terhadap kebijakan sekolah terjadi karena dipicu 30 ketentuan yang dibuat secara sepihak oleh kepala sekolah tanpa proses musyawarah dan sosialisasi, diantaranya memulangkan siswa yang terlambat, tidak boleh mengenakan jaket di sekolah, dan lainya.

Kedua kebijakan itu yang di protes AL dkk bukan tanpa alasan,  mengingat dinginnya udara pada musim hujan di Sembalun, persis  di kaki gunung Rinjani dan jalan menuju sekolah yang rusak dan sulit dilalui ketika diguyur hujan. 

Hal tersebut menunjukkan adanya indikasi bahwa hak partisipasi anak di sekolah dibungkam, padahal dalam UU Perlindungan Anak, suara anak harus didengar, partisipasi anak telah dijamin oleh UU No. 35/2014 tentang Perlindungan Anak.  Diduga para guru ditekan untuk memberikan penilaian sikap C untuk AL.

Setiba di Bandara Praya,  Lombok Tengah (NTB)  Tim KPAI langsung menuju Sembalun,  Lombok Timur,  untuk bertemu ananda AL dan keluarganya,  serta sejumlah guru dan kawan-kawan AL. 

Komisioner KPAI berbicara langsung dengan ananda AL terkait kronologis mengapa AL tidak diluluskan. KPAI juga bicara dengan keluarga AL untuk menanyakan apakah selama bersekolah di SMA tersebut, orangtua kerap dipanggil ke sekolah terkait pembinaan dan penanganan pelanggaran yang di lakukan AL.  Jawaban orangtua,  tidak pernah. Tapi pernah diminta wali kelas  mendatangi rumah kepala sekolah untuk meminta maaf,  namun belakangan permintaan maaf tidak diterima dengan alasan di lakukan di hari Minggu.  

Meski KPAI baru mengontak AL saat tiba di bandara Praya, namun saat ke Sembalun, di tempat yang berbeda, sejumlah guru dan teman-teman AL  ikut menemui KPAI untuk memberikan kesaksian apa yang terjadi. Semua cerita guru dan kawan-kawannya sejalan dengan cerita AL, mereka adalah saksi fakta dari apa yang dilakukan dan dialami AL di sekolah.

Teman-teman AL bersaksi bahwa AL adalah anak baik dan rajin, karena itulah mereka selama 3 tahun memilih AL menjadi ketua kelas. AL adalah panutan dan pemimpin bagi banyak kawannya di sekolah. Makanya mereka sangat heran kalau AL tidak lulus karena sikap dan perilakunya.
Begitupun kesaksian para guru AL (dari total  17 guru AL ada 7 guru yang menemui KPAI), mereka bersaksi bahwa AL adalah murid yang sopan, baik, pintar dan kritis sejak kelas X SMA. 

Yang mengejutkan, para guru mengaku bahwa mereka ditekan wakil kepala sekolah bidang kurikulum atas perintah Kepala Sekolah untuk memberikan penilaian sikap C khusus untuk AL. Walaupun 5 guru honorer tersebut menolak meski diancam akan dipecat saat tahun ajaran baru, begitupun 2 guru PNS juga menolak meski ada ancaman yang berbeda untuk mereka (terkait sertifikasi dan pengajuan kenaikan pangkat). 

KPAI menduga kuat bahwa upaya merekayasa penilaian sikap terhadap AL adalah upaya sistematis kepala sekolah dan kroninya untuk tidak meluluskan AL. 


Pada 23 Mei 2019, KPAI bersama Pemprov NTB dan OPD terkait seperti Dinas Pendidikan, P2TP2A, Dinas PPAKB, Inspektorat Provinsi, serta LPMP Provinsi NTB yang mewakili KEMDIKBUD RI mengelar rapat koordinasi yang berlangsung hampir 3 jam dan cukup alot mengungkapkan hal-hal sebagai berikut:

1. Pihak sekolah mengakui tidak meluluskan AL karena 3 pelanggaran yang dilakukan AL, yaitu : AL kerap memakai jaket di kelas (saat musim hujan antara Januari-Maret 2019); AL kerap terlambat tiba di sekolah (banyak siswa yang terlambat juga karena pada februari-maret ada perbaikan dan pelebaran jalan pasca longsor dan gempa); dan AL mengkritisi kebijakan sekolah melalui media sosial pada 16 Januari 2019. 

2. Pihak sekolah tidak bisa menunjukkan dokumen tertulis yang membuktikan bahwa sekolah sudah melakukan pembinaan kepada ananda AL atas 3 kesalahan yang dituduhkan tersebut dengan melibatkan orangtua AL. 

Selain itu, AL sendiri mengaku tidak pernah diminta membuat surat pernyataan apapun selama ini yang berarti tidak pernah dibina sebagaimana salah satu tugas dan fungsi sekolah sebagai lembaga pendidikan. 

3. Dokumen rapor selama 6 semester menunjukan nilai akademik bagus, peringakat kelas 5-10. Dokumen rapor juga menunjukkan nilai sikap AL selalu baik, bahkan diatas baik. Diakui pihak sekolah bahwa dasar ketidaklulusan yang digunakan adalah Januari-Maret 2019.
Atas ketiga hal tersebut, pihak Dinas dikbud provinsi NTB mendukung keputusan sekolah, namun pihak KEMDIKBUD RI yang diwakili oleh LPMP Provinsi NTB sejalan dengan KPAI, yaitu keputusan ketidaklulusan AL harus dipertimbangan kembali karena berpotensi kuat melanggar hak-hak anak dan demi kepentingan terbaik bagi anak. Kesalahan-kesalahan AL bukanlah jenis pelanggaran berat dan bukan tindakan pidana. Mengungkapkan pendapat dan mengkritisi kebijakan sekolah dijamin Konstitusi RI. partisipasi anak juga dijamin UU Perlindungan Anak, bahkan suara anak wajib didengar pihak sekolah. 

Dan ini rekomendasi dari KPAI Pusat:

1. KPAI mendorong pihak sekolah mempertimbangkan kembali keputusan tidak meluluskan AL karena kekritisannya yang dinilai kurang ajar dan membangkang pada aturan yang dibuat sepihak oleh Kepala Sekolah;

2. KPAI mendorong pihak Inspektorat Provinsi melakukan investigasi dan evaluasi pada Kepala Sekolah atas keputusan yang tidak meluluskan AL yang telah memicu polemik hingga tingkat nasional. KPAI juga mendorong pembinaan terhadap atasan kepala sekolah. 

3. KPAI mendorong IRJEN KEMDIKBUD RI untuk berkoordinasi dengan Dinas Dikbud Provinsi dan Inspektorat provinsi NTB untuk menindaklanjuti kasus ini agar tidak terulang di kemudian hari. Kasus ini harus diupayakan menjadi pembelajaran semua pihak agar lembaga pendidikan tidak alergi terhadap kritik peserta didik. Kritik di media sosial terjadi karena ada sumbatan menyampaikan pendapat di lingkungan sekolah. 

4. Atas ketiga rekomendasi tersebut, KPAI akan segera bersurat kepada Gubenur Provinsi NTB dan MEMDIKBUD RI.

Reporter: Sulaeman

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.