News Breaking
Live
wb_hadi

Breaking News

Siang ini UU Pers Kembali di Uji di MK

Siang ini UU Pers Kembali di Uji di MK

THE JAMBI TIMES - JAKARTA - Dinilai merugikan usaha penerbitan pers berbentuk  perseroan komanditer,UU Pers Nomor. 40/1999 diuji di Mahkamah Konstitusi.

Baca juga: Taufiq Rachman : Regulasi Dewan Pers Lebih Otoriter Ketimbang SIUPP Era Orba

Adapun pasal yang diuji adalah Pasal 1 ayat (2), Pasal 9 ayat (2), dan Pasal 18 ayat (3) UU Pers.
Disertasi Doktor Fadli Zon Wakil ketua DPR RI,  menjadi referensi Uji Materi ,UU Pers Nomor. 40/1999 di Mahkamah Konstitusi yang diajukan oleh Pemilik Penerbitan Pers berbentuk Perseroan Komanditer,Ferdinand L Tobing dengan nomor perkara : 51/PUU-XV/2018 dengan sidang perdana Tanggal 3 Juli 2018 

Menurut Ferdinand, adanya surat edaran Dewan Pers Nomor 01/E-DP/I/2014 tentang Pelaksanaan UU Pers dan Standar Perusahaan Pers yang hadir 15 tahun setelah UU Pers diundangkan, tidak memberikan perlindungan hukum atas karya jurnalistik saat pihaknya melaksanakan tugas peliputan dan pemberitaan yang dipublikasikan, baik secara cetak maupun elektronik sebagai pers yang merdeka.

“Oleh karena itu, pemohon beranggapan pasal a quo merugikan hak konstitusional untuk bekerja secara bersama dengan asas kekeluargaan dan menimbulkan ketidakadilan yang luar biasa dalam penyelenggaraan usaha di bidang pers,” disampaikan Ferdinand di hadapan sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul dengan didampingi Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Suhartoyo.

Untuk itu, pemohon  meminta kepada Majelis Hakim untuk menyatakan pasal a quo bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Ferdinand yang telah mempersiapkan Uji Materi UU Pers sejak tahun 2014, pada tahun 2017 di gedung parlemen menemui Fadli Zon usai seminar kebangsaan dan memohon izin mendapatkan risalah buku disertasi Doktor beliau untuk menjadi referensi atau rujukan Ahli dalam pengujian materi UU Pers ke Mahkamah Konstitusi.

Fadli Zon dalam ringkasan disertasinya " pemikiran ekonomi kerakyatan Mohammad Hatta (1926-1959) mengungkapkan dianutnya demokrasi ekonomi mendatangkan konsekuensi natara lain dijunjungnya prinsip keadilan sosial dalam tata kelola perekonomian nasional sesuai dengan bunyi pasal 33 UUD NRI 1945 dan prinsip usaha bersama tidak meniadakan bentuk perusahaan perseorangan.

Disamping Fadli Zon , Ferdinand juga memasukkan referensi dari beberapa Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia yang menyatakan pasal 33 UUD NRI 1945 usaha bersama yang mencakup perusahaan komanditer.

Sidang lanjutan akan diadakan pada Senin ini (16 Juli 2018) di MK pada pukul 14.00. WIB dengan agenda menyampaikan Perbaikan PUU termasuk penambahan pendapat ahli yaitu Fadli Zon.(Tim Litbang Mediawatch Swararesidotcom).

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.