News Breaking
Live
wb_hadi

Breaking News

KPAI Sikapi Sistem Zonasi Sekolah

KPAI Sikapi Sistem Zonasi Sekolah



THE JAMBI TIMES - JAKARTA - Sistem Zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) merupakan strategi pemerintah dalam mewujudkan pemerataan akses dan mutu pendidikan secara nasional, niat baik ini tentu perlu diapresiasi. Namun sayangnya,  dalam prakteknya Permendikbud No. 14 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, justru banyak menimbulkan kehebohan di masyarakat.

Sistem zonasi, menurut Mendikbud, merupakan bentuk penyesuaian kebijakan dari sistem rayonisasi. Karena, rayonisasi lebih memperhatikan pada capaian siswa di bidang akademik, sementara sistem zonasi lebih menekankan pada jarak/radius antara rumah siswa dengan sekolah. Dengan demikian, maka siapa yang lebih dekat dengan sekolah lebih berhak mendapatkan layanan pendidikan dari sekolah itu.  Nilai UN  dalam system zonasi bukan untuk membuat rangking  masuk sekolah tertentu, tetapi dalam rangka seleksi penempatan. Sehingga tidak berpengaruh pada hak siswa untuk masuk ke dalam sekolah yang dekat dengan rumahnya.

KPAI mengapresiasi kebijakan Mendikbud RI terkait system zonasi, karena Permendikbud 14 Tahun 2018 tentang PPDB :

(1)Memiliki keberpihakan pada kelompok miskin yang kerap memiliki keterbatasan
(2)Memiliki niat baik  mengembalikan Ujian Nasional (UN) sebagai pemetaan bukan seleksi masuk ke jenjang yang lebih tinggi

(3)Momentum pemerintah daerah lebih memperhatikan pemenuhan standar nasional pendidikan sekolah-sekolah di wilayahnya dan anggaran pendidikan tidak melulu untuk sekolah yang dianggap favorit, karena kebijakan ini menghilangkan dikotomi sekolah favorit dan tidak
KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) menerima beberapa pengaduan dan juga menganalisis  berbagai kasus PPDB yang terjadi di banyak daerah dan  diberitakan di berbagai media massa., diantaranya adalah sebagai berikut :

1.Sosialisasi sangat minim, baik sosialisasi Kemdikbud dengan para kepala dinas pendidikan di seluruh Indonesia, maupun sosialisasi Dinas Pendidikan setempat ke masyarakat atau orangtua siswa calon peserta didik baru.

2.Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap dokumen kependudukan, baru mengurus ketika dibutuhkan, akibatnya banyak anak kehilangan haknya mengakses sekolah terdekat karena kesalahan orangtua yang kurang peduli pada dokumen kependudukan, seperti akta kelahiran, kartu penduduk dan KK. Terkait hal ini, KPAI menerima pengaduan dari Medan, Cibinong, dan Bekasi.

3.Beberapa ketentuan dalam Permendikbud No 14/2018 berpotensi menuai masalah, seperti misalnya:

a. Ketentuan mengenai  kewajiban sekolah  menerima dan membebaskan biaya pendidikan bagi peserta didik baru yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu yg berdomisili dalam satu wilayah daerah/provinsi paling sedikit 20 % dari jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima dibuktikan dengan SKTM, telah menimbulkan gejolak dari pemegang kartu-kartu lain seperti KIS, KIP dan KKS. Kata paling sedikit membuat daerah dan sekolah tidak bisa menolak ketika jumlahnya sudah 20%, karena tidak ada batas maksimal.

b.Selain itu memicu masyarakat memanfaatkan peluang lemahnya control pemberian SKTM oleh kelurahan setempat, sehingga banyak salah sasaran. Orang mampu mendadak mengaku miskin. Terkait ini KPAI menyampaikan apresiasi kepada Gubenur Jawa Tengah yang sudah memerintahkan pihak sekolah untuk melakukan verifikasi factual terhadap siswa yang mendaftar di jalur yang menggunakan SKTM.  Dari Hasil verifikasi ada 78.065 SKTM yang dianggap palsu dan dibatalkan penerimaannya, sehingga untuk  PPDB SMA/SMK  bisa kembali dibuka, pengumumannya yang mundur waktunya.

c.Ketentuan radius terdekat  tempat tinggal  dari sekolah dan ketimpangan jumlah sekolah di suatu zonasi mengakibatkan banyak anak kehilangan hak nya untuk dapat bersekolah di sekolah negeri. Adanya ketimpangan atau tidak meratanya jumlahnya sekolah negeri di suatu wilayah mengakibatkan anak-anak di wilayah yang tidak ada sekolah negeri terdekat akan kehilangan hak bersekolah di sekolah negeri. Misalnya di desa Bojongkulur, kabupaten Bogor adalah desa berpenduduk terpadat sekabupaten Bogor tapi tidak ada SMP dan  SMA negeri di desa itu, akibatnya anak-anak di desa Bojongkulur harus mendaftar di sekolah desa tetangga yang kuotanya hanya 5%.  Selain Bogor, juga ada keluhan dari Bandung, Bali, dan Gresik terkait ketimpangan jumlah sekolah negeri.

d.Ada kawasan yang padat penduduk tetapi hanya ada satu SMP negeri atau bahkan tidak punya SMP negeri. Dengan sistem zonasi, mungkin kuotanya sudah penuh untuk siswa yang rumahnya radius 500 meter dari rumah atau bahkan kurang dari 500 m. Misalkan kuota zonasi adalah 200 siswa, yang mendaftar 500, maka 300 orang tidak diterima hanya kalah oleh jarak. Siswa yang rumahnya radius 500 meter kalah oleh siswa yang radius 499 meter.

e.Nilai UN  hanya digunakan jika ada dua siswa mempunyai jarak yang sama. Banyak orangtua mengeluhkan bahwa hasil perjuangan anaknya berbulan-bulan untuk UN jadi sia-sia.Karena,  Siswa yang nilai rata-rata UN 9 kalah oleh siswa yang nilai rata-rata UN 5 hanya karena beda jarak rumah sekian meter saja.

KPAI telah mengeluarkan  4  rekomendasi :

1.KPAI mendorong adanya evaluasi kebijakan PPDB tahun 2018 antara Kemdikbud dengan para Kepala Dinas Pendidikan di seluruh Indonesia. Kebijakan ini tertuang dalam Permendikbud No. 14/2018 agar lebih dapat menyesuaikan kondisi lapangan di berbagai daerah sehingga tahun depan ada perbaikan dalam system PPDB. 

2.KPAI mendorong sosilisasi yang masif dan waktu sosialisasi yang panjang terkait system PPDB agar Dinas-dinas Pendidikan dan masyarakat memahami kebijakan PPDB.

3.KPAI mendorong pemerintah pusat maupun pemerintah daerah  untuk memenuhi standar nasional pendidikan merata di seluruh sekolah dan membangun sekolah-sekolah negeri baru di wilayah-wilayah zonasi yang sekolah negerinya minim.  Karena, Kelemahan utama sistem zonasi adalah tidak meratanya standar nasional pendidikan di semua sekolah dan kuota daya tampung siswa di setiap wilayah yang belum jelas distribusinya. Sistem zonasi akan sangat bagus kalau sudah meratanya jumlah sekolah negeri di setiap wilayah  atau daerah di Indonesia. 

4. Pemerintah daerah dan pemerintah provinsi wajib melakukan pemetaan.sekolah yg tepat shg anak-anak yang tinggal di wilayah minim sekolah negeri bisa tetap terfasilitasi, misalnya dengan kebijakan zona bersebelahan.
(**)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.