News Breaking
Live
wb_hadi

Breaking News

Isu SARA Jelang Pilpres 2019

Isu SARA Jelang Pilpres 2019



Oleh : Asep SB Ali / Magister Ketahanan Nasional Pascasarjana UI


THE JAMBI TIMES - JAKARTA - Isu Sara masih menjadi catatan dalam Pilkada Serentak 2018. Sekalipun tidak masif seperti Pilkada DKI Jakarta tahun lalu, namun bentuk-bentuk kampanye yang bermuatan isu Sara masih menjadi momok yang mengkhawatirkan bagi keutuhan bangsa.


Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo berulang kali mengingatkan bahwa isu Sara dalam politik elektoral dapat menjadi pemantik disintegrasi bangsa.


Pertimbangan agama dan etnis dalam politik elektoral menjadi suatu keniscayaan yang tidak bisa dihilangkan.


Bahkan Saiful Mujani, R. William Liddle dan Kuskridho Ambardi dalam bukunya Kuasa Rakyat (2012), menjelaskan bahwa faktor agama menjadi hal yang dipercaya sangat berpengaruh dalam konteks kehidupan sosial  masyarakat.


Karena itu, dalam konfigurasi partai politik, sekalipun di tingkat elit cenderung bertindak pragmatis, karena tidak ada basis ideologi yang menaungi partai politik sebagai pembeda di antara satu partai dengan partai lainnya, akan tetapi di tingkat basis, sekalipun tidak membatasi diri, partai politik akan terus berupaya menyimbolkan sebagai refresentasi kelompok tertentu dan memanfaatkan isu-isu agama untuk menarik simpati.


Setara Institut dalam pantauannya di Pilkada Serentak 2018 pada empat provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara mendapati bahwa isu Sara, khususnya agama, masih cukup efektif untuk mendulang suara di daerah-daerah yang menjadi basis agama tertentu.


Isu Sara seakan sedang menanti momentum. Kontestasi untuk memanfaatkan politik identitas, terutama agama dalam politik elektoral seakan tidak bisa dihindari.


Indonesia sebagai sebuah entitas sosial budaya yang majemuk dengan keanekaragaman suku bangsa, agama, budaya dan adat istiadat, sangat dimungkinkan terjadinya perbedaan latar belakang kandidat, baik legislatif maupun eksekutif yang diusung oleh partai politik.


Pilpres 2019 tahun depan menjadi topik pembicaraan dan diskusi yang hangat di masyarakat pasca diselenggarakannya Pilkada serentak beberapa waktu lalu. Hampir setiap hari diberitakan tentang eskalasi berbagai kemungkinan dalam kontestasi Pilpres 2019, baik media cetak, elektronik dan berbagai media sosial.


Berbagai isu telah dilontarkan oleh berbagai pihak yang memiliki kepentingan pada Pilpres 2019.

Isu-isu yang berkembang di masyarakat, mengindikasikan menguatnya etno-nasionalisme dan radikalisasi gerakan keagamaan yang menuai kekhawatiran berbagai pihak dalam momentum politik elektoral Pilpres 2019 mendatang.


Kekhawatiran tersebut, bukan tanpa alasan, Pilkada DKI Jakarta tahun lalu dan Pilkada Serentak beberapa waktu lalu cukup memberikan gambaran bahwa persatuan dan kesatuan bangsa masih terus diuji.


Tanpa ujian, ketahanan sosial bangsa sulit diukur. Konflik dapat menjadi kawah candradimuka untuk menguji ketahanan suatu bangsa. Namun jika tidak dapat dikelola dengan baik, konflik akan berujung pada disintegrasi bangsa.


Karena itu, dalam memperjuangkan dan membela kepentingan politik, harus juga disertai dengan tanggungjawab untuk memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan pilar-pilar yang menjadi konsensus berdirinya Negara Republik Indonesia, yaitu Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.


Hal tersebut, dapat diwujudkan dengan memperkuat komitmen kebangsaan. Politik yang memiliki komitmen kebangsaan sejatinya akan mampu menghasilkan para pelaku politik dan pemimpin yang dapat menjadi teladan dan berkarakter negarawan.


Mereka akan mampu memandang realitas kemajemukan sebagai identitas bangsa yang harus dikelola secara arif agar menjadi kekuatan dalam membangun ketahanan nasional.


Karena politik yang berwawasan kebangsaan akan selalu mengedepankan nilai toleransi, nilai persatuan, dan nilai ketaatan hukum sebagai bagian yang terintegrasi dalam aktualisasi nilai-nilai kebangsaan.


Dalam momentum pemilihan umum, aktualisasi nilai-nilai kebangsaan dapat diimplementasikan antara lain oleh sikap saling menghargai perbedaan preferensi dukungan politik, semangat untuk menjalin persatuan dan kesatuan setelah berakhirnya Pemilu, serta kesadaran hukum untuk taat dan patuh terhadap seluruh regulasi terkait dengan penyelenggaraan Pemilu.


Kesadaran dan ketaatan hukum masyarakat harus didukung oleh komitmen dan konsistensi dari penyelenggara Pemilu, khusunya Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menjamin bahwa Pemilu berjalan sesuai dengan asas-asas penyelenggaraan Pemilu, yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.


Agar komitmen kebangsaan masyarakat dapat menjadi semakin aplikatif dan konsistensi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap terjaga dalam penyelenggaraan Pemilu yang jujur dan adil, maka fungsi pengawasan yang di selenggarakan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus berjalan secara efektif dan berkelanjutan, sehingga terintegrasi menjadi upaya bersama dalam mewujudkan Pemilu yang aman dan damai.


Dengan demikian, momentum politik elektoral dalam Pilpres 2019 mendatang tidak lantas menjadi kontraproduktif bagi persatuan dan kesatuan bangsa karena terpaan isu Sara.


Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.