News Breaking
Live
wb_hadi

Breaking News

Shaum Adalah Imsãk

Shaum Adalah Imsãk



THE JAMBI TIMES - BEKASI - Sebentar lagi bulan Ramadhan tiba. Kita akan melakukan shaum! Yang biasa kita terjemahkan sebagai puasa. Secara gurauan sering saya katakan bahwa puasa itu sama dengan pause dalam bahasa Inggris yang berarti short interval or stop (berhenti sebentar). Tapi bila kita periksa ‘kamus ‘ lain, puasa (shaum) adalah imsãk(un) yang artinya bertahan. Jelssnya, imsãk I (إمساك) adalah masdar dari kata kerja amsaka (menahan), kebalikan dari kata kerja arsala ( ارسل, melepas). Imsãk  di sini bukan “waktu imsak” dalam pengertian  kita selama ini, yaitu ‘batas waktu makan sahur”.

Baca juga : Renungan Shaum ( 1)Bimbingan Shaum Rasulullah
Baca juga : Renungan Shaum (2) Mmengapa Ada Perintah Puasa
Baca juga : Renungan Shaum (3) Ramadhan dan Keagungan Al-Quran

Jadi, sekali lagi, inti dari ‘puasa’ itu adalah menahan atau bertahan. Atau menurut sebuah hadis (belum saya periksa) inti dari puasa adalah sabar, dan arti sabar  (صبر) di sini adalah “teguh bertahan”. Yaitu teguh bertahan dengan ajaran Allah. Bukan teguh bertahan (ngotot) dengan segala hal yang kita suka.

Secara ritual, menurut Rukun Islam bikinan para ulama (boleh dipertanyakan!), puasa menempati urutan keempat (setelah syahadat, shalat, zakat). Bila kita kaji lebih jauh, dalam konteks Dinul-Islam sebagai sebuah organisasi, ritual syahadat adalah semacam pengukuhan (semacam rekruitmen) diri menjadi anggota organisasi.

Dan shalat, yang 5 waktu khususnya, sebagai kelanjutannya, adalah sebuah sarana untuk memantapkan diri dalam visi dan misi Dinul-Islam. Dengan kata lain, melalui shalat 5 waktu terutama, setiap Muslim harus membina diri agar meguasai apa itu ‘visi dan missi’  Dinul-Islam; yang semua tercantum dalam Al-Qurãn, yang menjadi bacaaan utama shalat.

Selanjutnya, setelah shalat, adalah  zakat, yang pada satu sisi merupakan upaya “pembersihan diri dari ajaran bathil”  dengan menanamkan ajaran haq, dan pada satu sisi yang lain, adalah upaya para Muslim untuk menghidupkan organisasi (dengan menghimpun dana).

Selanjutnya, ini yang sedang kita bahas!, adalah shaum (puasa); sebagai sarana pembinaan kesabaran; yaitu pembinaan ketanggguhan diri dalam bertahan dan atau mempertahankan (= memperjuangkan) tegaknya ajaran Allah.

Satu sisi,puasa adalah ‘ujian diri’ yang benar-benar ampuh untuk mengetes atau menguji ketangguhan seseorang. Dulu saya punya adik yang cenderung preman, jago berantem dan jago macam-macam. Tapi begitu tiba waktu Ramadhan, dia adalah orang yang paling tidak mampu melawan nafsu makan dan minum!

Sekarang, saya juga punya teman yang dikenal sebagai preman, yang sangat ditakuti orang. Tapi begitu diharuskan berpuasa, dia adalah orang yang paling tak sanggup menahan haus dan lapar. Dia berpuasa, tapi bila hari sudah siang, dia harus melawan haus dan lapar dengan cara berendam di bak mandi!

Itulah salah satu contoh bahwa inti dari puasa adalah menahan dan atau bertahan. Lucunya, bila banyak jagoan tak mampu berpuasa, banyak pula anak kecil yang menolak berpuasa setengah hari, dan ngotot ingin berpuasa sampai maghrib! Inilah salah satu contoh bahwa dalam bertahan itu yang penting adalah peran mental,bukan (hanya) fisik.

Dengan kata lain, ketangguhan yang hendak dibentuk, antara lain. Melalui puasa, terutama adalah ketangguhan mental kita. Agar kita menjadi pejuang yang konsisten (istiqamah) bertahan (berjuang) menegakkan visi yang kita yakini dan misi yang kita emban.
 

1. Pengertian istilah
Shaum(un) atau shiyãm(un) secara harfiah adalah imsãk(un). Yaitu menggenggam erat; menahan; menjaga jarak; berpantang; berhenti, dan sebagainya. Kebalikannya adalah irsãl(un). Yaitu melepas; mengirim; mengumbar; mengalir, dan sebagainya.

Bangsa Indonesia telah terbiasa menerjemahkan shaum atau shiyãm menjadi puasa.

Ada sebagian orang yang keberatan dengan terjemahan ini, karena – kata mereka – istilah puasa berpangkal pada agama Hindu-Buddha. Mungkin ada benarnya. Tapi secara bahasa, tak ada masalah. Orang yang mengenal bahasa Inggris, misalnya, akan menemukan kata serapan pause, yang mungkin bersumber dari bahasa Indo-Arya, yang konon mempunyai 209 cabang. Salah satunya adalah bahasa Sanskerta, yang di Indonesia dikenal sebagai bahasa agama Hindu-Buddha.

Arti kata pause adalah berhenti sementara, atau selamanya (ingat  menopause: berhenti haid).
Seiring dengan itu, Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi definisi puasa sebagai berikut:

pu.a.sa

[v] menghindari makan, minum, dsb dng sengaja (terutama bertalian dng keagamaan); (2) n Isl salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala yg membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari; saum

Jadi, sebagai bangsa Indonesia, yang dalam keseharian (juga dalam da’wah) menggunakan bahasa Indonesia, tak ada salahnya menerjemahkan shaum atau shiyãm menjadi puasa. Kita hanya perlu menambahkan definisi yang lebih tegas dan jitu, berdasar data (teks) Al-Quran dan Hadis.

Selanjutnya, dalam naskah ini, penulis menggunakan istilah shaum dalam arti Shaum Ramadhan.

2. Landasan hukum
  1. Surat Al-Baqarah ayat 183 adalah landasan hukum (perintah) shaum. Tersirat di situ bahwa perintah shaum sudah ditetapkan Allah melalui para rasulNya, sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad. Di ujung ayat terdapat kata tataqûna, fi’il mudhãri’. Fi’il mãdhi-(tiga huruf)-nya adalah waqã, yang artinya menjaga atau memelihara. Mengingat fi’il mudhãri’ mempunyai arti sedang, akan dan terus-menerus, maka tataqûna bisa mengandung pengertian proses menjaga atau memelihara diri secara terus-menerus, sejak seseorang bersyahadat (menyatakan iman) sampai menemui kematian. 
  2.  Surat Al-Baqarah ayat 185 menegaskan bahwa bulan Ramadhan, bulan shaum, adalah bulan penurunan Al-Qurãn (pertama kali). Bila ayat ini dihubungkan dengan hadis buniyal-islãm(u), dan lebih-lebih lagi bila dihubungkan dengan Hadis Jibril, yang memetakan pokok-pokok Dînul-Islãm(i) menjadi bidang-bidang kajian dan garapan tertentu, maka jelaslah bahwa shaum Ramadhan adalah salah satu dari ‘teknik’ penjelmaan Al-Qurãn ke dalam kehidupan para mu’min. Bila kita amati, kata tataqûna dalam Al-Qurãn misalnya, tidak hanya dikaitkan dengan shaum, tapi juga dengan hal-hal lain. Surat Al-Baqarah ayat 63 dan Al-A’rãf ayat 171, misalnya, jelas sekali mengaitkan tataqûna dengan perintah untuk ‘merangkul’ wahyu (ajaran) Allah dengan sekuat daya, sehingga wahyu itu membentuk ‘sikap mental’ (kesadaran) menurutNya. Ini tak beda dengan surat Al-An’ãm ayat 153, yang mengaitkan tataqûna dengan perintah untuk menempuh shirãthy mustaqîman (jalan hidupKu yang tangguh). Sementara surat Al-Muzzamil ayat 17 mengaitkannya dengan perjalanan waktu yang menyebabkan terjadinya perubahan sistem. Dan seterusnya, silakan anda periksa sendiri dengan bantuan buku Fathur-Rahmãn(i) Li-Thãlibi Ãyãtil-Qurãn(i), atau buku lain sejenisnya (indeks Al-Qurãn). Pendeknya, bicara takwa (taqwa) tidaklah memadai dengan hanya mengaitkannya dengan shaum; karena shaum hanyalah salah satu ‘teknik’ untuk melengkapi takwa.
  1. Surat Al-Baqarah ayat 187 menegaskan bahwa (1) perintah shaum hanya berlaku di siang hari, dan (2) batas waktu makan-minum adalah terbitnya fajar.
3. Shaum sebagai perisai
1795 – حدثنا عبد الله بن مسلمة، عن مالك، عن أبي الزناد، عن الأعرج، عن أبي هريرة رضي الله عنه:  أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: (الصيام جنة، فلا يرفث ولا يجهل، وإن امرؤ قاتله أو شاتمه، فليقل إني صائم – مرتين – والذي نفسي بيده لخلوف فم الصائم أطيب عند الله تعالى من ريح المسك، يترك طعامه وشرابه وشهوته من أجلي، الصيام لي وأنا أجزي به، والحسنة بعشر أمثالها).
Dari (narasumber) Abu Hurairah (ia mengabarkan) bahwa Rasulullah saw pernah mengatakan, “Ash-Shiyãm(u) itu adalah junnah (perisai; pelindung). Maka (dia yang sedang shaum), hendaknya jangan beromong-kosong dan bertingkah jahil (bodoh; tak kenal ajaran Allah). Bila ada orang yang mengajaknya berkelahi atau mencaci-makinya, maka hendaknya ia mengatakan, ‘Saya sedang shaum’ dua kali. Sungguh, demi Dia yang menguasai diriku, bau mulut orang shaum dalam penilaian Allah lebih harum dari wangi kesturi. ‘(hal itu karena) dia meninggalkan makan-minum atas kepatuhannya kepadaKu. Sesungguhnya (nilai) shaum (setiap orang) itu ditentukan olehKu. Yakni Akulah yang menentukan imbalannya.’ Ketahuilah bahwa (pelaksanaan) shaum itu bernilai kebaikan sepuluh kali lipat.” (Al-Bukhari).Bersambung!

Sekian dulu.
Selamat berimsãk!

Bekasi, Medio Mei 2017/Ahmad Husein

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.