News Breaking
Live
wb_hadi

Breaking News

Manusia Membutuhkan Risalah

Manusia Membutuhkan Risalah


THE JAMBI TIMES - BEKASI - Bila kita perhatikan segala yang ada di sekeliling, sadarlah kita betapa pemurahnya Dia yang telah menyediakan segala yang kita butuhkan.


Dia memberi kita mata untuk melihat, dan lidah untuk bicara. Dia telah ‘memaksa’ bulan, matahari, dan bintang-bintang, angin, dan air, untuk menjadi ‘pelayan’ kita. Dia memberi kecerdasan, kehendak, dan kesadaran. Dia telah menjadikan kita makhluk mulia, yang lebih baik dari segala makhluk hidup.


Tak ada orang yang berani mengatakan bahwa Dia yang begitu pengasih dan pemurah, yang telah mebuat suatu tatanan sempurna demi memenuhi segala kebutuhan manusia, tidak akan membimbing manusia ke jalan hidup yang benar.


Kebutuhan manusia tidak terbatas pada makan dan minum, yang hanya merupakan naluri hewani. Jiwa manusia membutuhkan sesuatu yang lebih dari itu; ia membutuhkan santapan ruhani, menghendaki pengetahuan tentang cara untuk menjadi murni dan bersih, mematuhi penciptanya, dan menemukan cara yang tepat untuk menyelesaikan berbagai permasalahan hidup.


Jiwa manusia mendapati bahwa dunia memburu kehidupan serta terpikat olehnya. Tapi kesadaran dirinya bertanya, “Setelah aku hidup, lalu apakah tujuan hidup ini?”


Bumi dan segala isinya membutuhkan kehidupan,

Tapi apakah sebenarnya hidup itu?

Bila Tuhan tidak memuaskan tuntutan ruhani manusia,

Sebutan bahwa Ia mahapengasih tidak berarti lagi.


Sebutan itu akan tak bermakna bila Ia biarkan seisi dunia meraba-raba dalam kegelapan tanpa pertolongan. Allah sendiri menegaskan dalam Al-Quran, bahwa Ia bertanggung-jawab untuk menunjukkan jalan yang benar, ketika berbagai jalan yang menyesatkan telah muncul bersilang-siur. Sarana yang dipilih Allah untuk menunjukkan jalan yang benar itu dikenal dengan sebutan Risalah.


Kebutuhan pada risalah


Kecerdasan dapat mengarahkan kita pada kesimpulan tentang adanya Tuhan, tapi tanpa bimbingan (Tuhan), kita tidak bisa mengetahui secara lengkap tentang Dia.


Bila Tuhan memang ada, apakah yang disukai dan tidak disukaiNya? Apa yang membuatNya senang dan marah? Pertanyaan-pertanyaan ini membutuhkan jawaban. Kalau kita biarkan khayal mengembara, maka kita akan mendapatkan berbagai jawaban yang membingungkan, karena setiap orang tentu menemukan jawaban-jawaban sendiri yang satu sama lain berbeda. Itu akan merusak kesatuan pemikiran, dan melibatkan manusia pada kebingungan yang tiada akhir.


Selain terancam kerusakan gawat, pikiran kita juga akan berkubang dalam ketidakpastian, dan tentu saja tidak ada seorang pun yang dapat mengatakan bahwa jawabannya benar dan masuk akal. Berkata Iqbal:


Melalui kecerdasan sang pengembara dapat melihat

Tapi apakah kecerdasan itu?

Ia adalah lampu jalan

Namun apakah gejolak yang terjadi di dalam rumah?

Sang lampu jalan tidak bisa menerangi.


Sebenarnya cuma ada satu jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan itu, yaitu harus ada satu sumber yang mengetahui kebenaran secara langsung. Ini sama halnya dengan cara kita memperlakukan diri kita sendiri. Ketika sakit, kita tidak tahu bagaimana menyembuhkan badan kita. Karena itu kita pergi ke dokter, karena dialah yang mengetahui segala sesuatu tentang penyakit. Ketika kita menghadapi masalah hukum, kita membutuhkan seorang pengacara, karena ia tahu segala seluk beluk hukum.

Kita mengakui temuan-temuan para ilmuwan karena kita tahu mereka adalah para ahli. Demikian juga ketika kita menghadapi masalah ketuhanan, kita harus menyerahkan urusannya kepada orang-orang yang mendapat wahyu dari Tuhan. Mereka dikenal dengan sebutan nabi atau rasul.


Melalui sejarah kita tahu bahwa tidak ada seorang pun di antara para Rasul meminta manusia untuk beriman kepada mereka. Mereka cuma mengatakan: “Dari Tuhan aku mengetahui sesuatu yang kalian tidak tahu.”


Tentang mereka, Sang Pencipta Alam menegaskan: “Apa pun yang dikatakannya, ia tidak mengatakan atas kehendaknya sendiri, tapi hanya mengungkapkan segala yang diwahyukan kepadanya.” (surat An-Najm ayat 3-4).


Karena itu yang terbaik bagi manusia adalah mengikuti orang-orang suci itu, menyandarkan diri pada kebenaran yang diterima para rasul, daripada tersesat dalam kekusutan intelek.(Amad Husein)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.