News Breaking
Live
wb_hadi

Breaking News

Wartawan Opini,Wartawan Penebar Kebencian Berarti HOAKS

Wartawan Opini,Wartawan Penebar Kebencian Berarti HOAKS


(Foto:Dokumen Humas Provinsi Jambi)
Ditulis Oleh Zainul Abidin

Pimpinan Redaksi The Jambi Times.com

Banyak kasus yang di rugikan oleh onkum wartawan yang membuat berita tidak bernilai,yang seharusnya berita itu pada dasarnya profesional karena di ambil  dari berbagai  nara sumber dan bukannya berita yang isinya hanya opini atau juga bermuatan penebar kebencian,yang lebih parah lagi sang oknum wartawan membuat berita menceritakan diri sendiri lalu di di ekspos di media sang oknum tsendiri.Alasanya tidak rela menerima tagihan yang tidak sesuai dengan keinginanya.

Kebencian ini bukan saja di tulis dalam berita tetapi di WHATSAPP Group humas provinsi dalam pesan-pesan singkatnya oleh oknum wartawan tersebut.Dan di tanya soal berita tersebut,sang onkum itu mengatakan ini berita investigasi.

Onkum wartawan tersebut adalah bermitra dengan humas pemerintah,datang ke humas ingin mengambil tagihan dan menghadap kepala bagian humas ,di dalam pertemuan antara sang oknum wartawan dan humas dan di dalamnya ada juga wartawan.

Tidak ada pertanyaan dari oknum wartawan tersebut untuk berita investigasi,hanya saja keluhan sang oknum agar berharap kabag humas mencairkan tagihanya,dan ini kata sang onkum wartawan tersebut di dalam ruangan yang saya dengar,”tolong pak kabag cairkan tagihanya saya”.Mendengar perkataan itu kabag humaspun memerintahkan stafnya untuk segera cairkan media online sang oknum wartawan tersebut.

Serangan berita opinipun bukan itu saja,sang oknum wartawan ini terus membuat berita yang sebenarnya entah dari mana narasumbernya yang patuh di pertanyakaan?.

Pad tanggal 15 Desember sang oknum wartawan memposting tulisan dengan judul:”Pers Bermitra Pemerintah,Haruskan menjadi wartawan penjilat’.(link: http://www.jambipos-online.com/2017/12/pers-bermitra-pemerintah-haruskah.html).

Yang harus di pertanyakan adalah status (penulis adalah pengiat pers dan Blogger)maksudnya ini bagaimana? jika pengiat pers wajid di cantumkan identitas penulisnya,siapa tokoh pers yang di maksud, tim redaksi tidak sembarangan mempublikasikan jika data-data penulis tidak lengkap,apalagi tulisanya yang di anggap kritis dan penuh resiko dan tulisan ini juga katanya dari blogger,maksud blogger itupun seperti apa ?jika tulisan di buat dari komenter maka terlihat tulisanya atau pengirimnya,tetapi tidak ada yang komen maksud dari tulisan tersebut.

Dalam hal ini juga saya berindikasi bahwa karya tulis tersebut adalah hasil karya dari oknum wartawan yang di maksud,karena dari gaya bahasanya dan tulisanya tidak bisa di ragukan lagi,jika tidak benar maka saya berharap minta bukti tulisan asli yang di kirim baik itu dari email maupun dari yang lainya agar jelas pembuktianya.Karena isi tulisannya ini juga mengandung opini tanpa hasil data yang valid.

Jika kita lihat berita invetigasi itu pada umumnya adalah suatu peristiwa yang sudah milik publik dan di beritakan dari berbagai media atau satu media,karena masih ada hal yang belum di ungkap ke publik atau belum tuntasnya data-data maka redaksi membentuk tim ataupun perseorangan untuk melakukan penelusuran kasus yang sedang heboh di masyarakat atau viral di media sosial.

Dan ini contoh beberapa kategori berita untuk investigas sebelum mempublikasikan dalam sebuah beriita.

1.    Sesi Wawancara nara sumber yang terpercaya

2.    Riset awal: laporan tahunan, laporan keuangan

3.    Wawancara ahli

4.    Uji lapangan (tahap awal): ngecek tagihan orang lain bukan diri sendiri atau sang oknum

5.    Merumuskan latar belakang masalah

6.    Informasi awal

7.    Cek dan ricek pasca penulisan: pencemaran nama baik, kode etik, foto, gambar, skema/bagan

8.    Meng-up date informasi


MENGANTISIPASI TINDAKAN HUKUM BAGI JURNALIS INVESTIGASI
1.    Bahan/data akurat, valid, memadai, dan sudah diverifikasi

2.    Seluruh sumber telah diwawancarai

3.    Jangan main opini, tidak bias, berusaha obyektif

Bagi warga yang menyebarkan informasi yang dikecualikan, mereka juga diancam hukuman pidana sampai 3 tahun.

Aturan dalam pasal 17 inilah yang mengkhawatirkan Ketua umum Aliansi Jurnalis Independen, Nezar Patria akan menghambat kerja wartawan dalam melakukan liputan investigasi.

"Disitu disebut informasi hukum pada kasus-kasus yang sedang berjalan itu tidak boleh diakses.

Tentu ini merepotkan karena tugas-tugas jurnalisme investigasi yang menuntut adanya informasi-informasi yang lebih mendalam, kemungkinan akan terpentok oleh pasal-pasal ini," tambah Nezar Patria.

Nezar selanjutnya mengatakan pasal-pasal ini akan digunakan untuk menghalangi wartawan mendapatkan informasi-informasi dari sumber-sumber alternatif seperti praktek selama ini.

Pengecualian, tak permanen

Namun kekhawatiran ketua AJI ini ditepis oleh anggota DPR.

Ketika rekening pribadi dari seorang pejabat negara itu menjadi bagian dari aspek yang perlu diungkap dalam proses pemeriksaan, maka pengecualian itu gugur,kata Anggota DPR

Mantan pimpinan panitia khusus perancang Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik di DPR, Hajrianto Tohari mengatakan informasi perkecualian itu tidak bersifat permanen.

Dia memberikan contoh kasus seorang pejabat negara yang menjadi tersangka dalam dugaaan tindak pidana korupsi.

Dalam kasus hukum seperti ini, kata Tohari, maka kategori informasi yang dikecualikan itu langsung gugur.

"Untuk itu maka seorang wartawan sekali pun berhak untuk membuka informasi yang dikecualikan itu, ketika rekening pribadi dari seorang pejabat negara itu menjadi bagian dari aspek yang perlu diungkap dalam proses pemeriksaan," kata Tohari.

Meskipun demikian, organisasi wartawan seperti Aliansi Jurnalis Independen, tetap melihat pasal tersebut merugikan kerja investigasi.

Mereka berharap ada langkah lanjutan agar pasal itu bisa diubah.(dikutip dari bbc.com/3 mei 2010),link( http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2010/05/100503_pressdayindonesia).

Dari kesimpulan kutipan berita di bbc.com ini,bahwa seorang wartawan investigasi jika ingin mendapatkan data seharusnya melalui proses peraturan komisi keterbukaan  informasi melalui proses sidang.Jika tidak maka sang wartawan investigasi akan di ketakan sanksi hukum dan itu ketentuan Undnag-Undang.

Dalam Kasus lain:

Pada dasarnya, beropini atau berpendapat merupakan hak asasi manusia sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 28E ayat (2) dan (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (“UUD 1945”):

(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat

Di samping itu, pengaturan mengenai kebebasan berpendapat ini juga tertuang dalam Pasal 23 ayat (2) UU HAM yang berbunyi:

“Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan negara.”

Terkait dengan pertanyaan Anda, dari sini kita bisa ketahui bahwa setiap orang bebas menyebarluaskan opini/pendapatnya secara tulisan melalui media cetak seperti koran, asalkan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan negara.

Dasar hukum lain yang Anda sebutkan adalah UU Pers. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa, demikian yang disebutkan dalam konsiderans UU Pers. Dilihat dari segi hak berpendapat, berdasarkan Pasal 6 huruf c UU Pers, salah satu peranan pers nasional adalah mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar.

Namun, secara keseluruhan mengenai hak dan kebebasan tadi, hal yang penting digarisbawahi adalah setiap orang memang memiliki hak dan kebebasan berpendapat, namun, dalam menjalankan hak dan kebebasannya itu, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menghormati hak dan kebebasan orang lain juga serta memenuhi tuntutan yang adil sesuai pertimbangan moral, nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum, demikian antara lain yang ditegaskan dalam Pasal 28J UUD 1945.

Dengan kata lain, jika dikaitkan dengan konteks pertanyaan Anda, memang setiap orang bebas beropini dalam surat kabar, namun penyampaian opininya itu tidak terlepas dari undang-undang yang membatasinya, seperti apakah dia melanggar suatu moral, nilai agama, kemanan, dan ketertiban umum. Menjawab pertanyaan Anda yang pertama sekaligus kedua mengenai kapan suatu opini itu digolongkan sebagai tindak pidana, hal itu bergantung apakah opini tersebut memang melanggar nilai-nilai yang kami sebutkan di atas.

Lalu undang-undang apa yang dimaksud? Bisa atau tidaknya seseorang dipidana karena pendapatnya di sebuah tulisan itu bergantung dari terpenuhi atau tidaknya unsur-unsur tindak pidana dalam perbuatan mengemukakan pendapatnya dalam bentuk tulisan tersebut.

Hal yang perlu dicermati adalah apakah konten dalam tulisan itu mengandung unsur suatu tindak pidana atau tidak, misalnya pencemaran nama baik (diatur dalam KUHP atau Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik); menyinggung suatu Suku, Agama, dan Ras (SARA) tertentu (diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis); pelanggaran kesusilaan, dan sebagainya. Jadi, ia bisa saja dipidana apabila memang opini atau pendapatnya itu mengandung unsur-unsur pidana sebagaimana peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.

Koran (surat kabar) merupakan salah satu media cetak, yakni sarana media massa yang dicetak dan diterbitkan secara berkala, demikian yang didefinisikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang kami akses dari laman resmi Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan RI.

Sayangnya Anda kurang spesifik menerangkan bagaimana konten opini tulisan di koran itu sehingga ada pihak yang keberatan. Namun, guna menyederhanakan jawaban kami, kami akan membahas salah satu tindak pidana yaitu pencemaran nama baik berupa tulisan.

Di dalam KUHP, ancaman pidana bagi pelaku kejahatan pencemaran nama baik dalam tulisan diatur dalam Pasal 310 ayat (2) KUHP yang berbunyi:

(1) Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.

R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal 225) mengatakan bahwa apabila tuduhan tersebut dilakukan dengan tulisan (surat) atau gambar, maka kejahatan itu dinamakan “menista dengan surat”. Jadi seseorang dapat dituntut menurut pasal ini jika tuduhan atau kata-kata hinaan dilakukan dengan surat atau gambar.

Lebih lanjut, R.Soesilo antara lain mengatakan bahwa tidak termasuk menista dengan tulisan (tidak dapat dihukum) apabila tuduhan itu dilakukan untuk membela kepentingan umum atau terpaksa untuk membela diri. Namun, patut tidaknya pembelaan itu terletak pada pertimbangan hakim (hal. 226).

Sebagai contoh kasus mengenai tulisan mengandung unsur pidana pencemaran nama baik dapat kita lihat dalam artikel Konten Tulisan "Obor Rakyat" Dibahas Ahli. tersangka kasus Tabloid "Obor Rakyat" Darmawan Septiyossa diduga menyebarkan isu menyinggung persoalan suku, agama dan ras calon presiden (yang kini sebagai presiden terpilih) Joko Widodo. Di samping itu, masih kasus yang sama namun diberitakan di artikel lain Kasus Obor Rakyat, AJI Jakarta Sesalkan Penggunaan UU Pers, antara lain dikatakan bahwa beberapa pihak menyatakan pengusutan kasus Obor Rakyat dapat dilakukan melalui Pasal 310 KUHP mengenai fitnah.

Contoh lain dapat kita temukan dalam Putusan Pengadilan Negeri Idi Nomor: 87/Pid.B/2011/PN-IDI. Terdakwa merupakan wartawan Tabloid Mapikor. Dalam tulisan yang diberitakannya, ia menyebutkan bahwa Alm. Muhammad Daud melakukan penipuan. Hal yang termuat di Tabloib Mapikor yaitu "penipu" adalah hasil asumsi atau pendapat dari wartawan Mapikor dan bukan berita berdasarkan fakta yang disajikan secara utuh.


Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pencemaran nama baik dengan tulisan yang termuat dalam Tabloid Mapikor. Unsur pidana “Dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan di muka umum" dalam Pasal 310 ayat (1) dan (2) KUHP telah terpenuhi dan terbukti. Hakim menghukum terdakwa pidana penjara selama 6 (enam) bulan.

Dasar hukum:

1.    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;

2.    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

3.    Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;

4.    Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers;

5.    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

6.    Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.(sumber di kutip dari hukum online).

Kasus berita media online jambiposonline: http://www.jambipos-online.com/2017/12/kabag-humas-kota-jambi-abu-bakar-minta.html

Berita dengan judul:Kabag humas kota Jambi Abu Bakar Minta Maaf Pembayaran Media Terpaksa di sunat,saya sebagai saksi tidak ada bahwa kabag humas mengatakan terpaksa di sunat,kalau kata maaf kepada teman-teman media anggaran tidak mencukupi,itu saya mendengar.Hal inilah sebenarnya kabag humas juga di cemarkan nama baiknya atas pemberitaan ini.

Kata sunat,sama dengan arti kata di potong,itu seolah-olah bersifat negatif,apalagi soal keuangan pemerintah dan perincian tagihanyapun di beberkan karena oknum wartawan harus juga memahami UU keterbukaan informasi.

Masalah uang dalam UU KI  masalah yang di kecualikan sedangkan onkum wartawan tanpa pikir panjang langsung mempublikasikan.Hal ini oknum wartawan telah melanggar UU Keterbukaan Informasi seperti contoh yang di atas.

Sedangkan diri saya juga telah di cemari nama baik atas pemberitaan tersebut,dari pemberitaan   media online jambiposonline bahwa tagihan saya akan di bayar penuh dan di antar ke rumah,berdasarkan kenyataannya,saya di bayar di kantor humas dan di bayar tidak penuh justru jauh dari harapan.

Dalam masalah ini saya melakukan SIARAN PERS pada tanggal 12 Desember 2017 atau sudah menyampaikan hak jawab kepada media online jambiposonline.com sesuai UU melalui group wartawan humas kota dan provinsi Jambi.

Hak jawab saya tidak di tanggani oleh oknum wartawan tersebut namun saya tanya melalui pesan-pesan di WA group wartawan humas provinsi kepada oknum wartawan tersebut dan yang bersangkutan(oknum wartawan)mengatakan kalau mau kirim hak jawab melalui alamat redaksi bukan ke WA.Dan akhirnya saya kirim hak jawab saya pada tanggal 16 Desember 2017 pada pukul 05:52 wib,Sabtu pagi.

Mencoba menelaah kata atau kalimat Wartawan pejilat,sebelum membuat kata penjiat,terlebih dahulu apa itu arti penjilat.Penjilat atau juga di sebut bermuka dua berarti ciri-cirinya antara penjilat dan yang mau di jilat itu hubungan sudah dekat dan tidak pernah menjauh selalu dekat,apapun gerak geriknya seseorang(atasanya.pimpinan bosnya) selalu di bela. Jika dalam konteks profesinya wartawan penjiat  dengan pemerintah itu bisa di katakan wartawan pejilat karena hubungannya sudah berbeda dan juga beda profesi.Itu tidak lazim di sebut wartawan penjilat pemerintah.

Hal ini karena saya merasa ad ayang keliru dan harus saya  kritis tulisan yang di muat di media online jambiposonline dengan judul:pers bermitra Pemerintah,Haruskah wartawan Jadi penjilat?

Ini yang harus saya jawab.

Sejak walikota Jambi,Syarif Fasha dan gubernur Jambi,Zumi Zola dalam mempublikasikan kegiatanya,sang wartawan tentunya tidak sembarangan membuat berita,apalagi sudah dalam kategori mitra sedangkan belum bermitra saja ,tentunya sah-sah saja jika berita tersebut di anggap kurang berkenan ,hal inipun harus  mendapat data yang valid atau sesuai aturan UU pers dan kode etik jurnalis Indonesia maka sang wartawan dan perusahan pers akan mendapat sanksi hukum.

Yang anehnya sudah di bermitra di hianati lagi,hanya gara-gara kurangnya atagihan,sedangkan media yang lian tidak seperti oknum wartawan yang di maksdu dan tidak resah juga tidak bergejolak.

Jika hal ini terjadi maka wajib hukumnya untuk tutup mulut karena memberitakan yang tidak ada nara sumbernya,itulah yang namanya "of the record".

Apakah setiap yang berbicara harus mengatakan "of the record"tentu tidak,seharusnya sang wartawan terlebih dahulu minta izin apakah boleh di kutip atau tidak.

Bukan main sodok tanpa berpikir panjang.Wartawankan memiliki kode etik,bukan organisasi wartawan saja yang memiliki kode etik,perusahaan mediapun memiliki kode etik yang dasarnya harus merujuk dari kode etik jurnalis Indoensia.

Dalam kasus beritab opini yang terjadi di Jambi ini,Bukan humas kota saja yang merasa di resahkan oleh berita sang oknum wartawan  soal berita opini tetapi hal ini juga telah terjadi di humas provinsi dengan oknum dan media yang sama.

Dalam pemberitaan tersebut pihak humas provinsi sudah melakukan langkah-langkah hukum yaitu melaporkan berita opini tersebut ke dewan pers,yang anehnya kenapa humas provinsi  dan humas kota tidak tegas terhadap oknum wartawan tersebut.,seharunysa tegas untuk memutuskan hubungan bermitra.

Jika tidak di beri sanksi justru saya yang bertanya, ada apa.............?

Bersambung................





Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.