Supra Struktur, Target Awal Pembangunan
PEMERINTAHAN RASULULLAH 4
THE JAMBI TIMES - Dalam pengertian harfiah, supra struktur berarti ‘bangunan atas’.
Kebalikannya adalah infra struktur, yang berarti ‘bangunan bawah’. Dalam
pengertian istilahi, infra struktur adalah sarana hidup manusia, dan
supra struktur adalah pengguna atau pemakai sarana itu sendiri, yakni
manusia.
Dalam naskah ini, istilah supra struktur digunakan untuk menyebut
organisasi atau tepatnya jama’ah; dan istilah jama’ah di sini akan
diuraikan dalam pengertian sekumpulan manusia yang menyatu dan tertata
dalam sebuah struktur (= bangunan), tegasnya dalam struktur (= sistem)
sosial dan atau politik.
Supra struktur dan infra struktur terikat dalam pola hubungan
sebab-akibat. Jama’ah sebagai supra struktur adalah bangunan primer
(pokok; utama), yang melahirkan infra struktur sebagai bangunan sekunder
(pelengkap).
Al-Qurãn adalah sebuah konsep dasar penataan hidup. Secara teknis
konsep itu dimunculkan dalam sebuah ‘bangunan’ (bun-yãn), atau ‘rumah’
(bait) bernama dïnul-islãm. Bangunan atau rumah tersebut bukan bangunan
atau rumah dalam pengertian harfiah. Kedua kata tersebut bersifat
kiasan. Keduanya mengacu pada pengertian wadah atau tempat, yang di
dalamnya ada sejumlah orang yang hidup dalam tatanan rumahtangga.
Dalam bahasa yang populer sekarang, bangunan atau rumah tersebut adalah organisasi.
Dalam rangkaian ayat-ayat berikut ini, Allah bahkan begitu kerasnya
menegur para mu’min yang tidak mau menyatukan diri dalam organisasi.
سبّح لِله ما فى السماوات وما فى
الأرض وهو العزيز الحكيم – ياأيها الذين ءامنوا لِم تقولون ما لا تفعلون –
كبُر مقْتا عند الله أن تقولوا ما لاتفعلون – إنّ الله يُحبّ الذين
يقاتِلون فى سبيل الله صفّا كأنّهم بُنيان مرصوص
Segala yang ada di jagad raya, begitu juga yang ada di bumi,
semua (patuh) beredar menurut (hukum/sunnah) Allah. Itulah pembuktian
bahwa dia (Allah) adalah pencipta hukum yang maha tangguh. Hai kalian
yang menyatakan diri beriman! Mengapakah kalian menggembar-gemborkan
sesuatu yang tidak kalian laksanakan? Sungguh besar murka Allah atas
kalian yang cenderung banyak bicara tanpa melakukan (apa yang
dikatakan). Sebaliknya, Allah amat menyukai orang-orang yang berperang
(berjuang) menegakkan ajarannya dalam satu barisan (formasi) yang
bagaikan sebuah bangunan yang kokoh. (Ash-Shaff ayat 1-4).
Rangkaian ayat di atas jelas mengisyaratkan bahwa perjuangan untuk
menegakkan ajaran Allah tidak cukup hanya dilakukan dengan ‘bicara’
(berda’wah secara lisan maupun tulisan) saja, tapi harus membentuk
sebuah shaff, yang secara harfiah berarti barisan. Tapi dalam
ayat di atas (ayat 4), istilah shaff itu digunakan dalam konteks perang;
dan ini tentu menyiratkan sebuah pesan bahwa da’wah pada dasarnya tidak
berbeda dengan perang. Di dalamnya harus ada strategi dan taktik
tertentu, termasuk taktik dalam mengatur formasi barisan prajurit, demi
memenang-kan sebuah pertempuran. Hal itu tidak akan terjadi bila
sebelumnya tidak dibentuk sebuah organisasi. Bila supra struktur, yakni
organisasi sudah terbentuk, maka barulah bangunan berikutnya —infra
struktur (sarana fisik, peralatan)— disediakan pula, sesuai kebutuhan
yang mendesak (pragmatis).
Dalam kaitan dengan shalat ritual, misalnya,
pengadaan bangunan fisik seperti masjid atau mushalla, bukanlah sesuatu
yang mendesak. Yang harus diutamakan dalam hal ini adalah pembinaan
manusia-manusianya, agar bisa siap shalat sesuai Sunnah Rasul, yakni
shalat untuk membentuk dan memperkuat jama’ah.
Sebagai bangunan pokok, pembentukan jama’ah adalah target awal dari
‘proyek’ penegakan Dinul Islam (sistem kehidupan berdasar Islam),
sebagai kelanjutan logis kegiatan da’wah yang bersifat memperkenalkan
ajaran Allah kepada manusia, dan selanjutnya mengajak manusia-manusia
yang mau hidup (beriman) dengan ajaran Allah untuk bergabung dalam
jama’ah, bahkan ikut membiayai.
Hal itu antara lain terkesan dari ayat-ayat berikut ini:
Al-Baqarah ayat 254-257:
Hai orang-orang yang beriman, segeralah fungsikan segala rejeki
yang Kami berikan kepada kalian, sebelum datang giliran masa yang
menutup peluang jual-beli (sogok-menyogok), nepotisme, dan
bantu-membantu (deking-dekingan). Tegasnya, orang-orang kafir (pada
waktu itu) benar-benar merasakan kegelapan (tak bisa mempermainkan
hukum). (Sadarlah bahwa) Allah adalah satu-satunya ilah (tuhan) yang
hidup dan terus bekerja (menjalankan hukumnya), tak pernah lengah, tak
pernah tertidur. Segala yang ada di jagat raya dan bumi tunduk patuh
pada hukumNya. Siapakah yang mampu menolong atas namaNya bila tidak
diizinkan olehNya? Dialah yang mengajarkan ilmu yang mereka miliki,
begitu juga ilmu yang dimiliki orang-orang sebelum mereka. Mereka tak
akan mampu menguasai secuil pun ilmu bila Ia (Allah) tidak
mengajarkannya. Wilayah kekuasaanNya mencakup jagat raya dan bumi; dan
ia tidak mengalami kesulitan untuk memelihara keduanya, karena Dialah
yang maha tinggi dan maha besar (kekuasaanNya). (Tapi ia) tidak
menerapkan pemaksaan untuk menegakkan sistem kehidupan yang diajarkanNya
(yakni Dinul-Islam). Benar dan salah sudah demikian tegas
(perbedaannya). Maka, siapa yang mengkafiri (ajaran) Thaghut demi
mengimani (ajaran) Allah, berarti ia telah berpegang pada pegangan hidup
yang mahakuat, yang tak akan pernah terlepas. Tegasnya, Allah (melalui
ajaranNya) membentuk suatu tanggapan (= kesadaran) ilmiah yang maha
unggul. Allah (melalui ajaranNya) menjadi pemimpin orang-orang beriman,
mengeluarkan mereka dari kegelapan (pandanagn non-ilmiah) menuju terang
(pandangan ilmiah). Sebalinya, orang-orang kafir, para pemimpin mereka
adalah Thaghut, yang mengeluarkan mereka dari terang menuju gelap.
Merekalah para ahli neraka (dunia akhirat). Di sana mereka menjadi para
penghuni tetap.
Ar-Rum ayat 30:
Berpegang teguhlah kalian pada ajaran Allah, sehingga menjadi
satu jama’ah; jangan malah (sebaliknya) kaliah hidup dalam keadaan
terpecah-belah. Tanamkanlah anugerah (ajaran) Allah ke dalam kesadaran
kalian. Dahulu kalian (bangsa Arab) hidup saling bermusuhan. Lalu dia
(Allah dengan ajaranNya) menjinakkan hati kalian, sehingga dengan
anugerahNya itu jadilah kalian manusia-manusia yang bersaudara. Dengan
kata lain, pada waktu itu kalian ada di tepi jurang neraka, maka Allah
menyelamatkan kalian dari situ. Demikianlah Allah menjelaskan
ayat-ayatnya, agar kalian menjadikannya sebagai pedoman hidup.
Begitu pentingnya pembinaan jama’ah itu, sampai-sampai Nabi
mengatakan dalam sebuah Hadis yang juga bersumber dari Umar bin
Khatthab:
إنّ رسول الله ص م قام فينا كقيامى فيكم
فقال: أكرموا أصحابى ثمّ الذين يلونهم, ثمّ الذين يلونهم, ثمّ يظهر الكذِب
حتّى أنّ الرجل لَيحلِف ولا يُستحلَف ويشهد ولا يُستشهَد. ألا فمن سَرّه
أنْ يَسكُن بُحَيحةَ الجنةَ فلْيلْزَم الجماعةَ. فإنّ الشيطان مع الفَرد
وهو مِن الإثنين أبعدُ
Rasulullah saw pernah berdiri di antara kami sebagaimana aku
berdiri di antara kalian sekarang. Pada waktu itu beliau mengatakan,
“Hormatilah para sahabatku, seterusnya (setelah masa mereka berlalu)
hormatilah para pelanjut mereka, dan seterusnya para pelanjut dari
pelanjut mereka. Selanjutnya (pada suatu masa) akan muncul kebohongan,
sehingga seorang lelaki akan bersumpah tanpa diminta, dan menjadi saksi
walau tidak diminta. Camkanlah! Siapa yang ingin tinggal di taman sorga,
maka tetaplah dalam jama’ah. Sebenarnya syetan itu mengiringi orang
yang sendirian, sedangkan orang yang berdua lebih jauh (dari syetan)…(a.h)