Masa Depan Islam di Penghujung Sejarah
Rate This
Buat saudaraku yang berjuang untuk kejayaan
Islam,
Yang merindukan kembalinya Izzul Islam wa
al-Muslimin, Yang mengorbankan apa yang dimilikinya untuk perjuangan ini, Yang
mencintai Allah, Rasul-Nya dan Islam dengan cinta sejati, Yang tidak takut
celaan orang yang suka mencela,
Yang tidak berbangga diri
dengan pujian orang yang suka memuji,Yang tidak silau dengan gemerlapnya dunia,
Semoga selalu istiqomah di
atas jalan cahaya…
Pendahuluan: Sekilas tentang Teori Siklus Sejarah
Adalah suatu
sunatullah bahwa kehidupan manusia di dunia senantiasa mengalami perubahan.
Dalam kehidupan umat manusia di muka Bumi sejak manusia pertama hingga
terakhir, terjadi siklus kejayaan dan kehancuran dari berbagai peradaban. Allah
SWT berfirman:
وَتِلْكَ الْأَيَّامُ
نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ
Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu
Kami pergilirkan di antara manusia;….. (QS.3:140).[1] Ayat
tersebut mengindikasikan terjadinya siklus jatuh-bangun, kalah-menang,
maju-mundurnya suatu peradaban. Sebab, setiap umat memiliki ajal (QS. 3:74),
yang kemudian digantikan oleh kaum yang lain (QS. 21:11).
Dalam teori gerak sejarah, Ibnu Khaldun (ahli sejarah dan juga Bapak
sosiologi) menjelaskan adanya Teori siklus sejarah dalam menggambarkan arah
gerak sejarah suatu peradaban. Teori ini memiliki prinsip l’historie se repete(sejarah itu
berulang). Disebut pula teori biologis,
karena mirip dengan fase-fase kehidupan yang dilalui makhluk hidup, misalnya
manusia lahir sebagai bayi, tumbuh menjadi anak-anak, remaja, dewasa, tua, dan
akhirnya meninggal. Demikian pada tumbuhan dengan pertumbuhan, fase
perkembangan, penuaan dan akhirnya mati. [2]
Sejalan dengan gerak-sejarah Arnold J. Toynbee, seorang sejarahwan
Barat, menyebutkan tingkatan-tingkatan umur peradaban, sebagai berikut: genesis of civilization (lahirnya
kebudayaan), growth (pertumbuhan
kebudayaan), dandecline (keruntuhan
kebudayaan). Adapun gelombang kebudayaan menuju keruntuhan, terdapat tiga fase,
yaitu: (1) breakdown of civilization (kemerosotan
peradaban) tandanya daya cipta minoritas[3] dan kewibawaannya (hukum dan tata
nilai) hilang, sementara mayoritas tidak lagi mau mengikuti,(2) desintegration
of civilization tunas-tunas kehidupan mati, pertumbuhan
terhenti dan daya hidu seoalh henyap, (3) dissolution of civilization (hilang
dan lenyapnya peradaban). Suatu kebudayaan lahir karena tantangan dan jawaban
(challenge and response) antara manusia dengan segala yang ada di sekitarnya.
Pertumbuhan dan perkembangannya tersebut digerakkan oleh sebagian kecil orang
(creative minority) dalam suatu umat yang memilki kesadaran sejarah (visi dan
misi progresif) serta memiliki kelebihan baik fisik (militer) maupun Ilmu
pengetahuan (intelektual), sementara kebanyakan orang atau massa hanya mengikut
dan meniru.
Menurut Ibnu Khaldun, kehancuran sebuah negara mengandung arti
munculnya negara baru. Hancurnya suatu peradaban akan digantikan oleh peradaban
lain. Arnold Toynbee menyatakan bahwa di Bumi ini telah ada sekitar 21
peradaban yang sempurna dan 9 kebudayaan yang kurang sempurna[4] umat manusia yang jatuh secara silih
berganti. Peradaban besar di dunia seperti peradaban Yunani, Romawi dan Persia
hanya tinggal puing-puing reruntuhannya.[5]Dalam siklus jatuh bangunnya tersebut, benturan
(clash) peradaban terjadi secara dialektis, Dalam konteks sejarah dunia Arab
yang dikajii oleh Ibnu Khaldun, benturan (clash) peradaban terjadi antara badawah (peradaban nomanden)
dengan hadharah (peradaban menetap).
Akhir Sejarah dalam Klaim Futurolog Barat
Seusai perang dingin antara Blok timur yang terdiri dari negara-negara
sosialis yang dipimpin oleh Uni Soviet dengan Blok Barat yang terdiri dari
negara-negara kapitalis yang berpaham demokrasi liberal dan dipimpin AS
berakhir dengan kemenangan AS dan sekutunya, maka panggung sejarah dunia
dikendalikan oleh pemenang tunggal sebagai super
power yang mengklaim diri sebagai “polisi dunia”.
Dalam kondisi demikian, para pemikir Barat sibuk memprediksikan dan
mencari hipotesis tentang bagaimana episode akhir sejarah progresif perjalanan
umat manusia. Francis Fukuyama dalam jurnal Interest 1989
menyatakan analisisnya melalui artikel berjudul “The End of History”,bahwa setelah
Barat mengungguli rival ideologinya; monarki herediter, fasisme, dan komunisme,
dunia telah mencapai satu konsensus yang luar biasa terhadap demokrasi liberal.
Ia berkeyakinan bahwa demokrasi liberal adalah titik akhir dari sebuah evolusi
ideologi[6] atau bentuk final dari bentuk
pemerintahan. Dengan demikian, Fukuyama sepertinya merekomendasikan kepada
bangsa-bangsa non-Barat untuk mengikuti jejak Barat dalam peradabannya dan
mengadopsi demokrasi liberal sebagai ideologi negara.[7]
Lebih lanjut, Bernard Lewis melalui artikelnya yang berjudul “The roots of muslim rag” membuat
satu paradigma bahwa setelah berakhirnya perang dingin, Barat membutuhkan musuh
baru yang akan menggantikan posisi komunis. Kemudian, muridnya, Samuel
Huntington dalam artikel “The Clash of Civilization?” (dalam Foreign Affairs1993), secara
provokatif menegaskan adanya perang peradaban,”Sumber konflik yang mendasar
dalam dunia baru ini bukanlah bersifat ideologis atau ekonomi. Hal yang
membelah-belah umat manusia dan sekaligus merupakan sumber konflik yang utama
adalah kebudayaan. Perang peradaban akan mendominasi peta politik global”.[8] Ia meyakinkan bahwa Islam adalah
satu-satunya peradaban yang pernah membuat Barat tidak merasa aman. Ia secara
lugas menyebut bahwa Islam adalah musuh Barat menggantikan posisi komunisme
dalam bukunya “Who are we?”. Tesis ini di”amini” oleh Patric J. Buchanan dalam
artikelnya “Is Islam an Enemy the United States?”.[9]
Meski para pemimpin AS dalam pernyataan resmi tidak menerima hipotesis
“perang budaya”, namun kebijakan Amerika pasca Perang Dingin tampaknya diwarnai
ketakutan akan “ancaman Islam”. [10] Bahkan, Islam ditempatkan bukan
hanya sebagai musuh baru bagi Barat, tapi juga musuh bagi seluruh kemanusiaan.
Barat akhirnya menetapkan bahwa rival peradabannya yang paling “menakutkan”
adalah Islam. [11] Kelompok konfrontasionalis Barat
selalu berupaya mengajak pemerintahnya untuk menumpas kebangkitan Islam sebelum
ia menyebar menjadi virus yang mematikan. Daniel pipes terang-terangan
menyatakan bahwa: “Fundamentalis Islam menentang Barat lebih keras dibanding
yang pernah dan sedang dilakukan komunisme. Komunisme tidak sepaham dengan
kebijakan-kebijakan kita. Tapi, tidak masalah dengan keseluruhan pandangan kita
tentang dunia, termasuk cara kita berpakaian, kawin dan berdoa”.[12] Islam ditempatkan bukan hanya
sebagai musuh baru bagi Barat, tapi juga musuh bagi seluruh kemanusiaan.
Nasib Umat Islam Masa Kini
Masa-masa dalam perjalanan fase-fase sejarah yang dilalui oleh kaum
Muslimin disebutkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya:
“تَكُونُ
النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا
شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ خِلافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ،
فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ
أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا، فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ
أَنْ يَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، [ثُمَّ تَكُونُ
مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا
إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ
النُّبُوَّةِ]، ثُمَّ سَكَتَ. حديث حسن رواه الإمام أحمد والبزار وذكره
الهيثمى فى المجمع (5/188 – 189) وقال: رواه أحمد فى ترجمة النعمان والبزار أتم
منه
والطبرانى ببعضه فى الأوسط ورجاله ثقات
“Kenabian tidak terwujud antara kamu sesuai
dengan kehendak Allah. Kemudian Dia akan menghilangkannya sesuai dengan
kehendaknya. Sesudah itu ada khilafah yang sesuai
dengan manhaj (sistem) kenabian, sesuai dengan kehendaknya. Lalu ada
raja yang gigih (berpegang teguh dalam memperjuangkan Islam) yang lamanya
sesuai kehendak-Nya. Setelah itu ada raja yang diktator selama waktu yang
dikehendaki Allah. Lalu Allah akan menghapusnya. Lalu, akan ada khilafah yang
sesuai dengan tuntunan kenabian. Lalu beliau terdiam”. (HR.
Ahmad (IV/273) dan Ath-Thayalisi dalam musnad-nya (no.
438).
Masa Kenabian, Khulafa
ar-rasyidin dan terakhir mulkan adhon telah berakir sampai dengan kekhalifahan Islam
Islam yang terakhir khalifah utsmaniyah, yang berpusat di Turki (1517-1924 M/923-1349
H). DR.Yusuf
Al-Qarodhowi dan ulama lainnya menyebut masa yang kita alami dewasa ini adalah
masa mulkan jabariyah (kekuasaan global yang menghegemoni) [13] Masa ini ditandai dengan munculnya
penguasa di negara-negara muslim pasca kolonialisme Barat, yang mengadopsi
sistem pemerintahan dan hukum alanegara yang
menjajahnya. Penguasa negeri muslim memaksakan sistem impor berupa sistem
kapitalisme-liberal dan demokrasi-sekuler sebagai ideologi dan alat untuk
mengatur urusan umat Islam. Sebagaimana dinyatakan Yudi Latif, Ph.D, bahwa
dalam sejarahnya, kekuatan-kekuatan kolonial-lah yang mendorong dan memberikan
perhatian yang besar pada proyek sekularisasi sebagai upaya untuk mengenyahkan
Islam dari ranah politik (political sphere).[14]
Sebagai contoh, kasus di
Turki pasca hancurnya khilafah al-Utsmaniyah Islamiyah, Mustafa Kemal, seorang
komandan militer Turki, menggunakan kekuatan militer secara otoriter memaksakan
nasionalisme (yang dikemas dengan ideologi kemalisme) dan gerakan sekularisasi
Turki. Di Mesir, sikappseudo-demokrasi bahkan
represif pemerintah dalam mengekang gerakan dakwah dan kemenangan harokah Islamiyah, serta sikap
curang rezim militer dan penguasa nasionalis-sekuler yang dibantu Perancis di
Al-Jazair terhadap kemenangan partai FIS, dll.
Penguasa-penguasa tersebut
tidaklah membawa umat Islam kepada kemajuan, kemakmuran dan keadilan, namun
justru semakin terpuruk baik dari aspek agama, sosial, politik, ekonomi,
keamanan, dstnya. Eksploitasi kekayaan alam milik umat tanpa perhitungan yang
diserahkan kepada pengusaha kapitalis asing, terjeratnya negara oleh utang luar
negeri dari negara-negara kapitalis dengan sistem riba yang berbunga besar,
sistem ekonomi dan politik yang tunduk pada skenario negara-negara Barat,
khususnya super power AS, dstnya.
Demikianlah, sedikit demi sedikit
bangunan Islam dibongkar mulai dari syariat dan kekuasaan politik yang
memayunginya hingga akhirnya kewajiban-kewajiban agama yang paling asasi
(fardhu ‘ain) bagi tiap pribadi muslim. Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh ikatan simpul-simpul Islam akan terputus
satu persatu. Apabila satu ikatan simpul terputus maka orang akan bergantung
pada ikatan simpul yang berikutnya. Simpul ikatan yang pertama kali terputus
adalah hukum, dan yang paling akhir adalah sholat” (HR.
Ahmad).[15] Akibatnya, Islam yang kaffah menjadi asing (bada-a al-Islamu ghariban wa saya’udu ghariban
kama bada’a fathubaa li al-ghurabaa). Terlebih lagi ketika
gencarnya ghazwul fikr deras melanda
pemahaman dan keyakinan kaum muslimin yang mengubah syakhsiyah-nya mengikuti way of life dan life style ala Barat, Rasulullah SAW
bersabda: latattabi’anna…”Sungguh, kamu
akanmengikuti kebiasaan (cara hidup) orang-orang sebelum kamu sedikit demi
sedikit, hingga seandainya mereka masuk ke lubang biawak pun kamu tetap akan
mengikutinya. Para shahabat bertanya: Apakah orang yang diikuti itu yahudi dan
Nashrani? Rasulullah menjawab: Siapa lagi?” (HR. Bukhari)
Pada masa ini kekuatan umat
Islam sang lemah seperti buih (gutsa as-sail),
umat atau peradaban lainnya berlomba-lomba untuk mengeksploitasinya. Umat Islam
dewasa ini, secara kuantitas banyak, namun secara kualitas sangat rendah.
Rasulullah menyebut bahwa mereka terjangkiti penyakit wahn yaitu hubb ad-dunya wa karohiyah al-maut.Hal
itu tampak dari gaya hidup materialis, kapitalis, liberalisdan hedonis,serta
takut berjuang untuk Islam.
Masa Depan Islam di Penghujung Sejarah
Nabi Muhamad SAW sebagai seorang yang as-shodiqul
mashduq (Seorang yang jujur dan selalu diakui kejujurannya)dan
senantiasa dalam bimbingan wahyu (QS. An-Najm: 3-4) menyebutkan dalam
hadis-hadis futuristik beliau tentang masa depan umat beliau, antara lain: Jatuhnya Kota Roma bahkan wilayah Eropa dan
Amerika pada umumnya di bawah kekuasaan Islam. “Suatu ketika kami sedang menulis di sisi
Rasulullah Saw, tiba-tiba beliau ditanya: ”Mana yang lebih dahulu ditaklukkan,
Konstantinopel atau Romawi?”. Beliau menjawab: “Kota Heraclius-lah yang akan
ditaklukan terlebih dahulu.” (Kota Heraclius) maksudnya adalah
Konstantinopel.” (Shahih. HR. Imam Ahmad (II/176), ad-darimi
(I/126), al-Hakim (III/422 dan IV/598), dll).Rumiyyah adalah
Roma, ibukota Italia sekarang.[16]Sebagaimana diketahui dalam sejarahnya,
kemenangan yang pertama diraih kaum Muslimin—yaitu direbutnya kota
Konstantinopel—dipimpin oleh Muhammad al-Fatih al-Utsmani (lebih dari 800 tahun
setelah Rasulullah menyampaikan hadis tersebut). Adaoun, kemenangan kedua
(direbutnya kota Roma), InsyaAllah akan diraih dibawah kepemimpinan khalifah
yang tangguh.[17]
Selanjutnya, Kaum
Muslimin akan memiliki kekuasaan atas seluruh penjuru bumi. Rasulullah SAW bersabda :
(artinya) “Allah SWT telah menghimpun (mengumpulkan dan
menyatukan) bumi ini untukku. Oleh karena itu, aku dapat
menyaksikan belahan Bumi Barat dan Timur. Sungguh kekuasaan umatku akan sampai
ke daerah yang dikumpulkan (diperlihatkan) kepadaku itu.” (Shahih. HR. Muslim (8/171),
Abu dawud (4252), At-Tirmidzi (2/27).
Masa ini adalah menjelang
berakhirnya umur dunia sebab Nabi terdiam setelah menyebut fase ini. Hal
tersebut mengisyaratkan tidak ada lagi fase setelah itu melainkan berakhirnya
sejarah dunia (kiamat). Rasulullah bersabda:“Tidak akan terjadi hari
kiamat hingga kaum Muslimin memerangi orang-orang Yahudi. Mereka ditumpas oleh
kaum muslim sampai tatkala mereka bersembunyi di balik bebatuan dan pepohonan,
maka batu dan pohon itu akan berkata: Wahai Muslim, wahai hamba Allah, ini
orang Yahudi ada dibelakangku, datang dan bunuhlah dia. Kecuali pohon Gharqod,
karena sesungguhnya ia adalah pohon kaum Yahudi”. (HR. Muslim
dari Abu Hurairah).
Keberadaan hadis-hadis Nabi
Muhammad SAW ini, menurut Syaikh Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani
merupakan kabar gembira mengenai
kembalinya kekuasaan kepada kaum muslimin dan tersebarnya pemeluk Islam di
seluruh penjuru dunia hingga dapat membantu tercapainya tujuan Islam dan
menciptakan masa depan yang prospektif dan membanggakan.[18]
Kalau Fukuyama
menyatakan bahwa the end of history(akhir dari sejarah umat manusia)
dimenangkan oleh peradaban Barat. Maka, kita meyakini bahwa the end of
history dimenangkan oleh peradaban Islam.
Hal demikian berdasarkan taujih Rabbani tentang pergiliran kekuasaan
( di ayat sebelumnya) serta janji-Nya untuk kemenangan agama ini,[19] dan khabar dari Rasulullah yang
shahih di atas.[20]
Syaikh Nashiruddin Al-Albani berkata: tidak sedikit (orang) yang
mengira bahwa janji tersebut telah terwujud pada masa Nabi SAW, masa Khulafa
ar-Rasyidin, dan pada masa-masa khilafah sesudahnya yang bijaksana. Padahal
kenyataannya tidak demikian. Yang sudah terealisir saat itu hanyalah sebagian
kecil dari janji di atas sebagaimana diisyaratkan oleh Rasul SAW melalui
hadisnya—riwayat Muslim dan yang lainnya.[21]
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang
yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia
sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia
telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan
meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia
benar-benar akan mengganti kondisi mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi
aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu
apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang kafir sesudah itu, maka
mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS. An-Nur:55).
Demikianlah masa-masa itu akan berlangsung yang kebenarannya Insya Allah telah, sedang dan akan kita saksikan: “Dan sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) berita Al Qur’an setelah beberapa waktu lagi”(QS. Shaad: 88)
Perjuangan Menuju Masa
Depan Kejayaan Islam
“…Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan
sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri… (QS. Ar-Ra’d : 11). Untuk merubah kondisi kemundurun
yang dialaminya pada hari-hari ini, umat Islam harus berjuang dan bangkit.
Adapun arah kebangkitan menuju kejayaan tersebut adalah kembalinya umat
Islam kepada Islam sebagai dien-nya yaitu Islam sebagai landasan aqidah dan
ideology mereka, dan syari’at sebagai system hidup (manhajul hayah) yang
diterapkan dalam semua dimensi kehidupan. “Sesungguhnya
telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat
sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?” (QS.
Al-Anbiya : 10). Rasulullah SAW bersabda: Idza tabaya’tum bil ‘inah wa
akhodztum adznabal baqori wa radhitum bizzar’I wa taraktumul jihad, sallathollahu
‘alaikum dzullan, la yanzi’uhu hatta tarji’uw ila diinikum. (“Jika kamu telah berjual beli dengan system
riba, dan sibuk dengan (profesi kehidupan dunia berupa) peternakan dan
pertanian serta meninggalkan kewajiban jihad. Maka, Allah akan menimpakan
kepada kalian kehinaan. Kehinaan itu tidak akan dicabut sampai kalian kembali
kepada agama kalian”. (HR. Abu Dawud, di-shohih-kan oleh Syaikh
Al-Albani).
Tugas umat Islam adalah menyambut berita kemenangan dengan menyiapkan
kekuatan (I’dad al-quwwah) serta berjihad di jalan Allah, sebagaimana Allah SWT
perintahkan: “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang
kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang kamu
menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang
kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu
nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu
tidak akan dianiaya” (QS. Al-Anfal : 60) “Hai orang-orang mu’min, jika kamu menolongAllah,
niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.“ (QS. Muhammad : 7)
Walaupun saat ini kekuatan umat Islam sangat lemah seperti buih (gutsa as-sail), secara kuantitas
banyak, namun secara kualitas sangat rendah, sementara umat atau peradaban lainnya
berlomba-lomba untuk mengeksploitasinya. Namun, ketahuilah, tetap akan ada
para mujadid yang “memperbaharui
agama” setiap seratus tahun (1 abad).[22] Demikian pula tetap ada selalu
orang-orang yang memegang teguh Islam dan memperjuangkannya (la tazalu thaifatun min ummati dhahiratan ‘ala
al-haq, la yadhuruhum man khalafum hatta ya’tiya amrullahi wa hum ‘ala dzalika.”
(HR, Muslim). Artinya: “Akan senantiasa ada sekelompok umatku yang menegakkan
al-haq. Orang-orang yang menyelisihi dan memusuhi mereka tidak akan mampu
memudaratkan mereka sampai Allah menetapkan urusan-Nya dan mereka tetap
komitmen dengan sikap mereka). Mereka adalah al-ghuraba’
wa al-firqatun al-najiyah wa at-tha’ifah al-manshurah (orang-orang
yang “terasing”, yang mendapatkan kemenangan dan pertolongan). Semoga Allah
Ta’ala menggolongkan kita termasuk bagian dari mereka. Amiin
Muhammad Wassel menjelaskan: “dewasa ini Islam sedang melintasi suatu
fase yang sangat kritis. Kebangkitan Islam secara luas mendapat tempat di
hampir setiap negeri Muslim. Struktur-struktur politik dari berbagai negeri
muslim sedang mengalami diversivikasi besar-besaran semenjak tercapainya
kemerdekaan. Gerakan Islamisasi yang ditujukan untuk tercapainya renaisans
intelektual dan kultural, muncul di seluruh dunia Islam dengan semangat yang
sangat besar untuk merehabilitasi Islam, membangkitkan kembali kejayaan
peradaban masa lalu dan membangun kembali ideologi Islam”.[23]
Wallahu A’lam Bisshowaab